Urgensi menjaga lisan


Urgensi menjaga lisan
Lisan atau lidah secara biologis merupakan  panca indera yang berfungsi sebagai alat yang digunakan oleh makhluk hidup untuk mengecap rasa dan bertutur kata, fungsi dari lisan ini sangat dibutuhkan oleh manusia sebagai sarana yang memberikan kemudahan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. dalam masyarakat yang terbiasa dengan budaya tutur, keberadaan lisan merupakan sebuah kebutuhan primer dalam proses berkomunikasi baik dalam hal menyerap informasi maupun menyampaikan informasi.
Fungsi lisan sebagai alat pengecap dan perasa tidak lebih dari sepotong daging lunak yang cenderung memberikan efek positif kepada manusia serta tidak memiliki implikasi sosial yang berarti. Akan tetapi lisan jika dikaitkan dengan fungsinya sebagai salah satu alat komunikasi dan bertutur kata, lisan seorang manusia adakalanya menjadi malaikat tanpa sayap yang mendatangkan manfaat, dan adakalanya menjadi monster hitam dan gelap yang mendatangkan keburukan dan bencana.
Kabaikan dan keburukan yang disebabkan oleh lisan manusia sangat ditentukan oleh bagaimana seseorang menggunakannya. Lisan yang terjaga dari segala macam penyakit akan menjadikan siempunya selamat dunia dan akhirat, bahkan  Rasulullah menjaminkan sebuah istana di surga bagi siapa saja yang bisa menjaga lisannya. Sebaliknya, lisan akan menjadi bumerang yang mendatangkan bencana bagi sipemilik dan umat manusia jika tidak dirawat dan dijaga dengan sebaik-baiknya.
orang yang bijak adalah orang yang sadar akan potensi dan bahaya lisan, orang tersebut akan berhati-hati dan waspada dalam berbicara walau hanya satu perkataan, semua sisi diperhitungkan apakah dengan ucapan yang dia keluarkan akan ada hati yang tersakiti ? apakah perkataannya mendatangkan manfaat, atau malah sebaliknya ? kalau suatu perkataan tidak mendatangkan manfaat maka diam menjadi pilihan utamanya (qul khairan au litasmut).
Bahaya lisan
Beberapa hari terakhir ini rakyat Indonesia dihebohkan dengan satu pernyataan yang dekeluarkan oleh salah seorang gubernur yang sangat menyakiti hati masyarakat muslim. Karena ucapan sang gubernur tersebut publik pun menjadi marah dan merasa kitab sucinya dilecehkan, masyarakat pun meluapkan dan mengekspresikan kemarahannya dengan berbagai cara, sebagian mengekspresikannya dengan melakukan  aksi demonstrasi, melalui media massa, media sosial dan bahkan ada yang menghadiahkan sejumlah uang bagi siapa yang bisa menghilangkan nyawa sang gubernur. Tanggal 4 November menjadi Puncak dari luapan kekesalan umat islam, jutaan massa datang dari berbagai penjuru Indonesia berkumpul di jakarta untuk melakukan aksi damai menuntut sang gubernur untuk diproses hukum kemudian dimasukkan kedalam penjara.
            Dari kejadian diatas kita tersadar bagaimana bahayanya lisan kalau tidak dijaga dengan baik. Sepotong saja pernyataan yang kita keluarkan bisa membahayakan diri kita, umat dan peradaban manusia. karena perkataan sang gubernur, banyak nyawa dalam bahaya, mengeluarkan banyak biaya, memberlebar krisis kepercayaan rakyat terhadap para petinggi bangsa, bahkan bisa mengancam tatanan sosial masyarakat indonesia yang majmuk dan berbhineka. bisa anda bayangkan apa yang terjadi  seandainya tuntutan massa 4 november tidak mendapat tanggapan sesuai permintaan, dan bisa anda bayangkan seandainya ada pihak-yang memiliki agenda pribadi yang hobi membuat-buat parit dengan memanfaatkan momentum ini.
              Berkaca dari fenomena diatas sudah seharusnya kita lebih berhati- hati dan bijak dalam mengeluarkan kata-kata, baik yang kita ucapkan maupun yang kita tuliskan. hindarilah kata-kata yang mengundang kontroversi, menyinggung unsur SARA, bicaralah sesuai dengan kemampuan dan daya serap lawan bicara anda. mungkin saja anda menganggap apa yang anda katakan tidak mengundang kontroversi serta tidak menyinggung unsur SARA, tapi apakah yang mendengar perkataan anda menangkap dan manfsirkan hal yang sama ?.

            Kondisi damai, aman, dan tenteram menjadi impian kita bersama, menciptakan kondisi tersebut dan memeliharanya sangat susah dan membutuhkan  pengorbanan harta dan jiwa, jangan sampai sesuatu yang kita raih dengan susah  payah hilang begitu saja karena ulah lisan kita, marilah kita jaga kondisi kondusif dengan menjaga lisan kita. lisan memang tidak bertulang tetapi lisan lebih berbahaya dari pedang !

MENANTI PERAN BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA


MENANTI PERAN BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

Husnul Mirzal 

            
                Istilah perbankan syariah atau dalam istilah global lebih dikenal dengan istilah islamic banking ; al-masrifu al-islasmi   dewasa ini dalam beberapa dekade terakhir menunjukkan popularitas dan tren  perkembangan yang positif, istilah dan  geliat perkembangan bank syariah telah merambat dari ufuk barat hingga ke ufuk timur, dari negara islam atau mayoritas muslim sampai negara sekuler dan minoritas muslim, Inggris merupakan salah satu contohnya, negara non islam dan minoritas muslim ini sebagaimana di rilis Internasional Financial Servis London (IFSL) telah memilki puluhan lembaga keuangan syariah beberapa diantaranya adalah bank syariah. Selain itu dalam mempersiapkan SDM berupa tenaga ahli dalam bidang keuangan islam inggris pun tidak ketinggalan, Paling tidak sudah ada 12 lembaga pendidikan di Inggris yang menyediakan program S2 dan S3 ekonomi syariah  seperti di Durham University, Newcastle University, Dundee University, Aston University, Markfield Institute of Higher Education, University of Reading, dan lain-lain. [1] perkembangan ini menurut Omar shaikh, selaku penasihat keuangan pemerintaan Inggris disebabkan sistem yang dibangun pada perbankan syariah menekankan keterbukaan dalam pengelolaan perbankan dan lebih rasional dalam mengambil keuntungan bisnis (merdeka.com).
            Indonesia sendiri istilah bank syariat baru mencuat kepermukaan pasca berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991. Namun, eksistensi bank syariah di Indonesia secara formal telah dimulai sejak tahun 1992 dengan diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Di Aceh sendiri sebagai salah satu provinsi yang dijuluki sebagai serambi mekkah yang mendapat pemberlakuan khusus dalam bidang  syariat islam sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2001 istilah perbankan syariah mulai dan bertambah populer paska konversi Bank BPD Aceh menjadi syariah. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan 1997 semakin menguatkan eksistensi perbankan syariah dan membuktikan bahwa bank yang beroperasi dengan prinsip syariah dapat bertahan di tengah gejolak nilai tukar dan tingkat suku bunga yang tinggi. Kenyataan tersebut ditopang oleh karakteristik operasional bank syariah yang melarang bunga (riba), transaksi yang bersifat tidak transparan (gharar) dan spekulatif (maysir).[2]
            Popularatitas sistem dan konsep perbankan syariah yang telah terbukti mampu bertahan dan memiliki daya tahan tinggi terhadap krisis ekonomi seperti negative spread, menjadi alasan tersendiri bagi kita untuk terus mengembangkan dan mempertahankan sistem dan keunggulan perbankan syariah dan menjadikannya sebagai partner dalam pembangunan ekonomi indonesia. Indonesia sebagai sebuah negara dengan wilayah teritorial yang sangat luas dari Sabang sampai Merauke dan dengan jumlah  penduduk yang sangat besar jumlahnya sekitar 280 Juta jiwa yang mana mayoritas penduduknya mencapai angka 80 % beragama Islam, secara sosio kultural hal ini menjadi peluang dan potensi yang luar biasa bagi Indonesia untuk mengembangkan sistem dan konsep perbankan syariah, karena,  secara sikologis penduduk indonesia yang mayoritasnya islam sangat mencintai agamanya dan syariat yang dibawa olehnya.
            Ditengah potensi dan peluang untuk mengembangkan diri yang sangat besar dan terbuka lebar, perbankan syariah di indonesia sampai dengan saat ini belum bisa menunjukkan taringnya. kebijakan pengembangan perbankan syariah di Indonesia belum mencapai target yang ideal yang direncanakan. Berdasarkan Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2014, Indonesia menduduki urutan ketujuh turun tiga peringkat yang sempat menempati urutan keempat pada tahun 2011. Sebagai negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia dan Saudi Arabia.[3] Melihat keadaan perbankan syariah hari ini bagaikan tikus yang mati  di lumbung padi, dengan besarnya potensi yang ada jumlah bank syariah  pada akhir Agustus 2016 sebagaimana di rilis oleh  departemen perizinan dan informasi OJK memperlihatkan Bank Umum Syariah berjumlah 12 Bank, Unit Usaha Syariah 22.  Jumlah ini tidak mengalami penigkatan sejak November 2014. total aset Bank Umum  Syariah dan Unit Usaha Syariah sampai akhir Agustus 2016 sebanyak 305.287 hanya mengalami sedikit peningkatan dari sebelumnya pada November 2014 sebanyak 261.92. problematika perbankan syariah hari ini bukan hanya pada aspek pertumbuhannya yang lamban, lebih dari itu bank syariah hari ini juga mendapat banyak kritikan dari para cendekiawan muslim mengenai aspek kesyariahannya dan dominasi pembiayaan yang bersifat konsumtif seperti murabahah diatas pembiayaan mudharabah.
            Melihat kondisi perkembangan  perbankan syariah yang sangat lamban sudah saatnya Bank Indonesia sebagai bank sentral Republik Indonesia yang meiliki kewenangan dalam menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank serta melakukan pengendalian moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah sebagaimana diamanatkan dalam UU nomor 23 Tahun 1999 melakukan terobosan-terobosan jitu disertai kerja keras dan kerja cerdas disertai kerjasama dengan berbagai elemen baik ulama maupun umara dalam upaya menumbuh kembangkan perbankan syariah di indonesia. Apa yang dilakukan oleh Bank Indonesia hari ini dalam upaya pengembangan bank syariah sudah sangat luar biasa dan patut diberikan apresiasi, masalah adanya banyak kekurangan di sana sini baik dalam aspek kesyariahan sistem maupun lambannya pembangunan adalah sesuatu yang ditolerir sembari kita terus berjuang memperbaiki sekuat dan semampu kita. Bukankah dalam islam juga dikenal konsep tadarruj (berangsur-angsur) dalam penerapan hukum, bukankah Allah SWT ketika mengharamkan khamr dan riba juga melalui tahapan tahapan ?. yang harus kita lakukan hari ini baik sebagai Bank Sentral, OJK, DSN-MUI , DPR, kementerian-kementerian terkait dan masyarakat pada umumnya adalah berusaha bekerja sama dan sama-sama bekerja dalam mengembangkan perbankan syariah sehingga terciptanya suatu sistem perbankan yang humanis dan menjadi partner dalam pembangunan dan pengentasan problematika bangsa.




[1] Teguh murtazam. “proyek ekonomi syariah untuk Aceh”, Serambi Indonesia, Jumat, 30 Mei 2014
[2] Mulya Siregar, “Agenda Pengembangan Perbankan Syariah Untuk Mendukung Sistem Ekonomi yang
Sehat di Indonesia: Evaluasi, Prospek dan Arah Kebijakan”, Iqtisad: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 3, No Maret 2002, hal. 46-66
[3] Ali Syukron, “Dinamika Perkembangn Perbankan Syariah di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2, 2013, hal. 29

Kategori

Kategori

google4d1ad84db60295b5.html