MAKALAH TENTANG PERIODE PERKEMBANGAN MAZHAB

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Faktor-faktor perkembangan tasyri’
            Berdasarkan sejarah Islam, bahwa munculnya mazhab-mazhab fiqh pada periode ini merupakan puncak dari perjalanan kesejarahan tasyri’. Bahwa munculnya mazhab-mazhab fiqh itu lahir dari perkembangan sejarah sendiri, bukan karena pengaruh hukum Romawi sebagaimana yang dituduhkan oleh para orientalis. Fenomena perkembangan tasyri’ pada periode ini, seperti tumbuh suburnya kajian-kajian ilmiah, kebebasan berpendapat, banyaknya fatwa-fatwa dan kodifikasi ilmu, bahwa tasyri’  memiliki keterkaitan sejarah yang panjang dan tidakdapatdipisahkanantarasatudenganlainnya.[1]

            Di samping itu, adanya pengaruh turun temurun dari ulama-ulama yang hidup sebelumnya tentang timbulnya mazhab tasyri’, ada beberapa faktor yang mendorong,  diantaranya:[2]
1) semakin meluasnya wilayah islam sehingga hukum islam berhadapan dengan masyarakat yangberbedatradisinya

2) Munculnya ulama-ulama besar pendiri mazhab-mazhab fiqh dan berusaha menyebarluaskan pemahamannya dengan mendirikan pusat-pusat studi tentang fiqih, yang diberi nama al-Madzhab atau al-Madrasah yang diterjemahkan oleh bangsa Barat menjadi school, kemudian usahatersebutdijadikanolehmurid-muridnya.

3) Adanya kecenderungan masyarakat Islam ketika memilih salah satu pendapat dari ulama-ulama             mazhab ketika menghadapi masalah hukum. Sehingga pemerintah (khalifah) merasa perlu menegakkan hukum Islam dalam pemerintahannya.
4) Permasalahan politik, perbedaan pendapat di kalangan muslim awal tentang masalah politik seperti pengangkatan khalifah-khalifah dari suku apa, ikut memberikan saham bagi munculnya berbagai mazhab hukum Islam.

B.     Mazhab-Mazhab Fiqh (dasar pemikiran dan perkembangannya).
1.      Mazhab Hanafi
            Imam Hanafi atau nama lainnya disebut Abu Hanifah, yang memiliki nama lengkapnya adalah al-Numan ibn Tsabit ibn Zuhthi (80-150 H). Secara politik, Abu Hanifah hidup dalam dua generasi. Ia dilahirkan di Kufah pada Tahun 80 H, artinya ia lahir pada zaman Dinasti Umayyah, tepatnya pada Tahun 80 H, yaitu pada zaman kekuasaan Abdul Malik ibn Marwan. Beliau meninggal pada zaman kekuasaan Abbasiah pada saat beliau berumur 70 tahun. [3]
            Beliau hidup selama 52 tahun pada zaman Umayyah dan 18 tahun pada zaman Abbasiah.  Abu Hanifah belajar fiqih kepada ulama aliran Irak (ra’yu). Semua ilmu yang di pelajari bertalian dengan keagamaan. Mula-mula beliau mempelajari hukum agama, kemudian ilmu kalam. Akan tetapi, difokuskan kepada masalah fiqh saja, tanpa mengecilkan arti ilmu yang lain, dan Abu Hanifah sendiri memang sangat tertarik mempelajari ilmu fiqih yang merangkum berbagai aspek kehidupan. Imam Abu Hanifah mengajak kepada kebebasan berfikir dalam memecahkan masalah-masalah baru yang belum terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Beliau banyakmengandalkan qiyas (analogi) dalam menentukan hukum.
            Imam Abu Hanifah dikenal sebagai ulama yang luas ilmunya
dan sempat pula menambah pengalaman dalam masalah politik, karena di masa hidupnya ia mengalami situasi perpindahan kekuasaan dari khalifah Bani Umayyah kepada khalifah Bani Abbasiyah, yang tentunya mengalami perubahan situasi yang sangat berbeda antara kedua masa tersebut.
            Mazhab Hanafi berkembang karena kegigihan murid-muridnya menyebarkan ke masyarakat luas, namun kadang-kadang ada pendapat murid yang bertentangan dengan pendapat gurunya, maka itulah salah satu ciri khas fiqih Hanafiyah yang terkadang memuat bantahan gurunya terhadap ulama fiqih yang hidup di masanya.
            Murid Imam Abu Hanifah yang terkenal dan yang meneruskan pemikiran-pemikirannya adalah: Imam Abu Yusuf al-An sharg, Imam Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani, dan lain-lain. Ulama Hanafiyah menyusun kitab-kitab fiqih, di antaranya Jami’ al-Fushulai, Dlarar al-Hukkam, kitab al-Fiqh dan Qawaid al-Fiqh, dan lain-lain.
Sumber-sumber hukum mazhab Hanafi:
1)      Al-Qur’an, sunnah dan ijma’
            Bagi mazhab Hanafi al-Qur’an

UNTUK MENDAPATKAN MAKALAH LENGKAP SILAHKAN DOWNLOAD DISINI





[1].  Mun’im. A. Sirry, Sejarah Fiqh Islam, (Islamabat: Risalah Bush, 1995), hal. 76.
[2].  Mahjuddin, Ilmu Fiqih, (Jember: GBI Pasuruan, 1991), hal. 111.
[3]   M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 188.


EmoticonEmoticon

google4d1ad84db60295b5.html