Makalah Tentang Pasar modal Syariah



BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Pasar Modal Syari’ah
Pasar modal secara umum merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual dalam pasar modal merupakan perusahaan untuk menjual efek-efek di pasar modal yang disebut emiten, sedangkan pembeli disebut investor.[1]
Pasar modal Syari’ah secara sederhana dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip Syari’ah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi.
Sedangkan efek Syari’ah adalah efek yang dimaksudkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip Syari’ah yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia) dalam bentuk fatwa.

B.            Dasar Hukum Pasar Modal Syari’ah
Dasar hukum Pasar Modal Syari’ah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al- Baqarah ayat 279, An-Nisa’ ayat 29, Al-Jumu’ah ayat 10, Al-Maidah ayat 1 dan surat Al-Baqarah ayat 278, Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman” (Q.S Al-Baqarah :278) [2]
Landasan fatwa juga diperlukan sebagai dasar untuk menetapkan prinsip-prinsip syariah yang dapat diterapkan di pasar modal. Terdapat 14 fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berhubungan dengan pasar modal syariah Indonesia sejak tahun 2001, yang meliputi antara lain :
1.             Fatwa No. 20/DSN-MUI/IX/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah.
2.             Fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah.
3.             Fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
4.             Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
5.             Fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
6.             Fatwa No. 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.
7.             Fatwa No. 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Syariah.
8.             Fatwa No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran Syariah.
9.             Fatwa No. 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
10.         Fatwa No. 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan SBSN.
11.         Fatwa No. 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back.
12.         Fatwa No. 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN Ijarah Sale and Lease Back.
13.         Fatwa No. 76/DSN-MUI/VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset To Be Leased.
14.         Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
Juga terdapat 3 (tiga) Peraturan Bapepam & LK yang mengatur tentang efek syariah sejak tahun 2006, yaitu:
1.             Peraturan Bapepam & LK No IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah.
2.             Peraturan Bapepam & LK No IX.A.14 tentang Akad-akad Yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal.
3.             Peraturan Bapepam & LK No II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Selain UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal yang menjadi landasan hukum pasar modal syariah, juga terdapat  Undang-Undang yang mengatur tentang SBSN (Surat Berharga Syariah Negara), yaitu UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

C.           Perkembangan Pasar Modal di Indonesia
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak zaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk kepentingan pemerintahan kolonial atau VOC.
Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut :
1.             14 Desember 1912 : Bursa efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintahan Hindia-Belanda.
2.             1914 – 1918 : Bursa efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I.
3.             1925 – 1942 : Bursa efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa efek di Semarang dan Surabaya.
4.             Awal tahun 1939 : Bursa efek di Semarang dan Surabaya ditutup.
5.             1942 – 1952 : Bursa efek di Jakarta ditutup selama perang dunia II.
6.             1952 : Bursa efek di Jakarta diaktifkan kembali.
7.             1956 : Bursa efek semakin tidak aktif, karena program nasionalisasi perusahaan Belanda.
8.             1956 – 1977 : Perdagangan di bursa efek vakum.
9.             10 Agustus 1977 : Bursa efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. Pada tanggal ini pun diperingati sebagai HUT Pasar Modal.
10.         3 Juli 1997 : lahir danareksa syariah oleh PT Danareksa Investment Management.
11.         3 Juli 2000 bursa efek indonesia bekerja sama dengan PT Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index.
12.         4 Maret 2003 : Pasar Modal Syari’ah diresmikan oleh Menteri Keuangan Boediono didampingi ketua Bapepam Herwidayatmo, wakil dari MUI, wakil dari DSN pada direksi, direksi perusahaan efek, pengurus organisasi pelaku, dan asosiasi profesi di pasar modal.
Dari data diatas dapat diketahui bahwa meskipun secara resmi pasar modal syari’ah diluncurkan pada tahun 2003, namun instrumen pasar modal syari’ah telah hadir di Indonesia pada tahun 1997.

D.           Fungsi, Manfaat dan Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syari’ah
Menurut MM. Metwally keberadaan pasar modal syari’ah secara umum berfungsi :[3]
1.             Memungkinkan bagi masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
2.             Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas.
3.             Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan produksinya.
4.             Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang merupakan ciri umum pasar modal konvensional.
5.             Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.
Ada beberapa manfaat pasar modal, yaitu:
1.             Menyediakan sumber pembiayaan jangka panjang bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.
2.             Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi.
3.             Menyediakan leading indicator bagi tren ekonomi suatu negara.
4.             Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.
5.             Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme, menciptakan iklim berusaha yang sehat.
6.             Menciptakan lapangan kerja/ profesi yang menarik.
7.             Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek.
8.             Alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan risiko yang bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi.
9.             Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses kontrol sosial[4]
Adapun Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syari’ah, antara lain:      
1.             Pembiayaan atau investasi hanya bisa dilakukan pada aset atau kegiatan usaha yang halal, spesifik, dan bermanfaat.
2.             Karena uang merupakan alat bantu pertukaran nilai, dimana pemilik harta akan memperoleh bagi hasil dari kegiatan usaha tersebut, maka pembiayaan dan investasi harus pada mata uang yang sama dengan pembukuan kegiatan.
3.             Akad yang terjadi antara pemilik harta dengan emiten harus jelas.
4.             Baik pemilik harta maupun emiten tidak boleh mengambil resiko yang
melebihi kemampuannya yang dapat menimbulkan kerugian.
5.             Adanya penekanan pada mekanisme yang wajar dan prinsip kehati-hatian baik pada investor maupun emiten.

E.            Pelaku Pasar Modal Syari’ah
1.              Emiten
yaitu perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat berharga atau melakukan emisi di Bursa. Adapun tujuan melakukan emisi, yaitu:
a.              Untuk perluasan usaha.
b.             Untuk memperbaiki struktur modal
c.              Untuk mengadakan pengalihan pemegang saham
d.             Sarana promosi.
e.              Adanya keterbukaan yang mendorong meningkatnya profesionalisme.
f.              Menurunkan kesenjangan sosial, karena peluang masyarakat, menjadi investor besar.
2.              Investor
yaitu pemodal yang akan membeli atau menanamkan modalnya di perusahaan yang melakukan emisi. Adapun tujuan investor :
a.              Memperoleh dividen, yaitu keuntungan yang akan diperoleh investor yang dibayar oleh emiten.
b.             Kepemilikkan perusahaan, semakin banyak saham yang dimiliki, maka semakin besar pengusahaan perusahaan.
c.               Berdagang, yaitu investor akan menjual kembali pada saat harga tinggi.
3.              Perusahaan Pengelola Dana (Investment Company)
adalah perusahaan yang beroperasi di pasar modal dengan mengelola modal yang berasal dari investor.
4.              Reksa Dana
yaitu wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat
pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.

F.            Instrument Pasar Modal Syari’ah
Adapun beberapa instrumen pasar modal syariah di Indonesia :
1.             Saham Syariah
Saham atau stocks adalah surat bukti atau tanda kepemilikkan bagian modal pada suatu perusahaan terbatas. Dengan demikian, si pemilik saham merupakan pemilik perusahaan. Semakin besar saham yang dimilikinya, maka semakin besar pula kekuasaannya di perusahaan tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari saham dikenal dengan nama dividen.
Sedangkan saham syariah adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikkan suatu perusahaan yang diterbitkan oleh emiten yang kegiatan usaha maupun cara pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Pemegang saham pun harus siap menghadapi risiko capital loss, yaitu ketika perusahaan yang sahamnya dimiliki kemudian dinyatakan bangkrut oleh pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan, maka hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan).
Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh dari pemegang saham adalah :[5]
a.             Dividen yang merupakan bagi hasil atas keuntungan yang dibagikan dari laba yang dihasilkan emiten, baik dibayarkan dalam bentuk tunai maupun dalam bentuk saham.
b.             Rights yang merupakan hak untuk memesan efek lebih dahulu yang diberikan oleh emiten.
c.             Capital Gain yang merupakan keuntungan yang diperoleh dari jual beli saham di pasar modal.
Di Indonesia, prinsip pernyertaan modal secara syariah tidak di-wujudkan dalam bentuk saham syariah maupun non-syariah, melain-kan berupa.....

UNTUK MENDAPATKAN MAKALAH LENGKAPNYA SILAHKAN DOWNLOAD DISINI


EmoticonEmoticon

google4d1ad84db60295b5.html