Makalah tentang Tafsir QS Al-A’raf ayat 175-176, At-Tiin ayat 4-6, Al-Isra’ ayat 70, Al-Mu’minuun ayat 12-16


BAB  I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang terakhir diturunkan ke bumi. Sebagai kitab penutup, Al-Qur’an melengkapi dan menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya. Al-Qur’an terdiri dari beberapa ayat. Akan tetapi, isinya mencakup semua aspek-aspek kehidupan di dunia dan akhirat. Dari satu ayat dapat ditarik beberapa hukum bahkan antara seseorang dengan orang yang lain berbeda pendapat dalam menafsirkan dan menyimpulkan maksud yang terkandung dalam ayat tesebut. Perbedaan pendapat dalam menafsirkan dan menyimpulkan ayat sudah menjadi tradisi dan merupakan Rahmat bagi umat manusia. bagaimana dimensi tentang manusia merupakan acuan, dengan beberapa perbedaan pendapat dan kesimpulan mudah-mudahan kita bisa mentadaburi dan mengetahui, aspek-aspek, dimensi dan hakikat manusia.
Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang sangat kompleks sekali, terbukti dengan beratus bahkan beribu-ribu syaraf dan organ yang ada didalam tubuh manusia. Manusia yang tercipta dari tanah itu pun yang kemudian menjadi pemimpin di bumi. Bahkan sebagai makhluk terbaik (dalam penciptaannya) dibanding makhluk yang lain seperti hewan, jin bahkan malaikat sekalipun. Bagaimana proses dan dalilnya?
  Untuk itu didalam makalah ini akan kami kajikan dan kami paparkan tentang masalah-masalah tersebut yang telah Allah firmankan dalam kitab-Nya, Al-Qur’an.
B.   Rumusan Masalah
1.      Jelaskan penafsiran ayat-ayat Al-Quran sehubungan dengan perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah!
2.      Jelaskan penafsiran ayat-ayat Al-Quran sehubungan dengan struktur penciptaan manusia!
3.      Jelaskan penafsiran ayat-ayat Al-Quran sehubungan dengan derajat manusia di muka bumi dan hari pembalasan!
4.      Jelaskan penafsiran ayat-ayat Al-Quran sehubungan dengan kemuliaan manusia!

C.   Tujuan Makalah
a.       Dapat mengetahui kandungan dari surat Al-A’raf ayat 175-176, surat At-Tiin ayat 4-6, surat Al-Isra’ ayat 70, surat Al-Mu’minuun ayat 12-16
b.      Dapat mengetahui hakikat manusia.
c.       Dapat mengetahui hal-hal yang membuat manusia tinggi derajatnya dari makhluk yang lainnya.
d.      Dapat mengambil pelajaran dari ayat-ayat tersebut.



















BAB  II
PEMBAHASAN
Al-Qur’an ini menjadi rahmat, umumnya bagi semesta alam dan khususnya bagi manusia. Dalam berbagai ayatnya, Al-Qur’an banyak memperbincangkan tentang manusia dan rahasia kehidupannya dalam segala aspek yang berkaitan dengannya. Misalnya tentang penciptaan manusia, kejiwaan manusia, tujuan hidup manusia, dan lain sebagainya.
Sebagai keutamaan dari kitab suci Al-Qur’an, kebenaran dari setiap kata dan kalimat yang terdapat di dalamnya, dapat dibuktikan secara ilmiah. Para ilmuwan telah banyak menemukan bukti-bukti ilmiah ini, sehingga dugaan orang-orang yang menuduh Al-Qur’an dengan tidak benar dapat dibantah.
Yang akan kami bicarakan berikut ini menyangkut beberapa aspek yang berkaitan dengan manusia di dalam Al-Qur’an.
A.   Perumpamaan Orang-Orang Yang Mendustakan Ayat-Ayat Allah, Surat Al-A’raf Ayat 175-176
Surah Al-A’raf  termasuk dalam golongan surah Makkiyah, berjumlah 206 ayat Tema pokoknya adalah masalah Aqidah. Akan tetapi, terdapat perbedaan yang sangat jauh antara kedua surah ini di dalam membicarakan tema yang sama, dan persoalan yang besar ini.[1]
Surah Al-A’raf  (7) ayat 175 - 176 :

وَاتْلُ عَلَيْهِم نَبَأَالَّذِيْءَاتَيْنهُءَايَاتِنَافَانْسَلَخَ مِنْهَ فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِيْنَ  {175}

175. Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
وَلَوْشِــئْنَالَرَفَعْنــهُ بِهَاوَلَـكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْاَرْضِ وَآتَّبَعَ هَواَىـهُ ج فَمَثَلِهِ وكَمَثَلِ الْكَلْبِ إنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلهَثْ أَوْتَتْرُكْهُ يَلْهَث ج ذَالِكَ مَثَلُ القَوْمِ الّذيْنَ كَذَّ بُوْاْبِئايَاتِنَا ج فَآقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ {176}

176. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
            Ayat ini berbicara tentang orang yang mengingkari firman Allah atau tidak mengamalkannya. Mereka itu mlepaskan apa yang melekat pada dirinya bagaikan ular melepaskan kulirnya. Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW. bahwa : Dan bacakanlah kepada mereka, yakni sampaikan tahap demi tahap kepada kaum musyrikin berita yang sungguh penting lagi benar menyangkut orang yang telah kami anugerahkan kepadanya ayat ayat Kami yang mengilhaminya dan memudahkan baginya meraih pengetahuan tentang keesaan Allah dan tuntunan-tuntunan agama, kemudian dia menguliti diri darinya, yakni menanggalkan diri dari pesan ayat-ayat itu, dan tidak mengamalkannya maka dia diikuti oleh setan sampai dia tergoda sehinga jadilah dia termasuk kelompok orang-orang yang sesat.
            Sementara ulama menjadikan ayat ini sebagai perumpamaan bagi setiap orang yang telah mengetahui kebenaran dan memilikinya, tetapi enggan mengikuti tuntunan kebenaran bahkan menyimpang darinya. Ada juga yang memahami ayat ini sebagai peristiwa seseorang tertentu yang hendaknya menjadi pelajaran manusia. Yang bersangkutan, telah dianugerahi Allah SWT. pengetahuan tapi sedikit demi sedikit mengabaikan pengetahuannya dan terjerumus kedalam kesesatan. Pendapat ini mereka kuatkan dengan penggunaan tunggal pada kata “الّذِى” yang diterjemahkan dengan “orang yang” bukan “الَّذِيْنَ / orang-orang”.
            Ini adalah pemandangan yang menakjubkan, baru dan serius, yang terkandung dalam lisan dan pelukisan bahasa ini. Seorang manusia yang Allah berikan kepadanya ayat-ayatnya (pengetahuan tentang isi al kitab), memberikan karunia kepadanya, memberinya pengetahuan, dan memberinya kesempatan sempurna untuk menggunakan petunjuk, berhubungan dengan Tuhan, dan meninggikan derajatnya. Akan tetapi, ia melepaskan diri dari semua ini. Ia melepaskan diri seakan-akan ayat-ayat Allah itu sebagai kulit yang membungkus dagingnya. Lantas, ia melepaskannya dengan keras dan susah payah, seperti halnya makhluk hidup melepaskan dirinya dari kulit yang melekat pada dirinya. Bukankah keberadaan manusia itu lekat dengan rasa iman kepada Allah seperti melekatnya kulit pada tubuh?[2]
            Nah, inilah ia melepaskan diri dari ayat-ayat Allah, melepaskan diri dari penutup yang melindungi, dan baju besi pelindung diri. Ia menyimpang dari petunjuk untuk mengikuti hawa nafsu, turun dari ufuk yang bersinar cemerlang lantas belepotan dengan tanah lumpur. Sehingga, jadilah ia sebagai buruan setan yang tidak ada seorangpun yang dapat melindunginya dari setan itu. Karena itu, ia menjadi pengikut setan dan dikuasai olehnya.
            Kemudian, inilah kita berada didepan pemandangan yang menakutkan dan mengerikan. Yaitu, berada di depan makhluk yang lekat ke bumi, berlumuran dnegan lumpur, dan tiba-tiba keadaannya berubah seperti anjing, yang mengulurkan lidahnya kalau dihalau maupun tidak. Pemandangan-pemandangan ini bergerak dengan beruntun, dan bayangan tentang kesan-kesannya tampak jelas. Tiba-tiba kita berada pada pemandangan kita terakhir. Yaitu, menjulurkan lidah tiada henti.
B.    Kedudukan Manusia, Surah At-Tin Ayat 4-6
Surah At-Tiin merupakan surah yang diturunkan di Makkah yang tergolong kedalam surah Makkiyah yang berjumlah 8 ayat. Hakikat pokok yang dipaparkan surah ini adalah hakikat fitrah yang lurus yang Allah menciptakan manusia atas fitrah ini. Istiqamah tabiatnya bersama tabiat iman, dan sampainya fitrah itu bersama iman kepada kesempurnaan yang ditakdirkan untuknya. Hakikat tentang jatuhnya manusia dan kerendahannya ketika ia menyimpang dari fitrah yang benar dan iman yang lurus.[3]
Surah At-Tiin (95) ayat 4-6 :
لَقَدْخَلَقْنَ الاِنْسَانَ فِيْ أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ{4}
4. sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya
            Sungguh Allah telah menjadikan manusia dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Mereka diberi kemampuan menundukkan binatang dan tumbuhan ke bawah kekuasaannya. Bahkan akal manusia dan pikirannya dapat menundukkan tabi’at (perilaku) alam, betapapun sangat kerasnya, untuk beberapa maksud dan memenuhi kebutuhannya. Manusia makan dengan tangannya, tidak seperti binatang yang makan dan minum langsung dengan mulutnya. Allah pun menjadikan manusia dengan perawakan (fisik) yang tegak, sehingga mampu membuahkan berbagai hasil karya yang menkjubkan. Akan tetapi manusia tidak menyadari keistimewaannya itu, dan menyangka bahwa dirinya sama dengan makhluk yang lain. Karenanya mereka mengerjakan apa yang sesungguhnya tidak dibenarkan oleh akal sehatnya dan tidak disukai oleh fitrahnya.[4]

ثُمَّ رَدَدْنَاهُ اَسْفَلَ سَافِلِيْنَ {5}
5. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
            Oleh karena manusia tidak menyadari keistimewaannya itu, dan menyangka bahwa dirinya sama seperti makhluk-makhluk yang lain, serta mengerjakan perbuatan-perbuatan yang hanya didasarkan pada dendam kesumat, dengki, pertikaian, dan nafsu-nafsu hewan, maka Allah mengembalikan manusia ke tempat (derajat) yang paling rendah.
            Manusia dan tabiatnya, pada mulanya adalah baik, lurus dan tidak tamak. Tetapi setelah tergoda oleh nafsu-nafsu yang jahat, maka perilakunya lebih buruk daripada perilaku binatang. Itulah makna “Allah mengembalikan manusia kepada derajat yang paling rendah.”[5]
            Adapun dalam kitab tafsir ibnu katsir menyatakan, bahwasanya tempat yang serendah-rendahnya itu adalah neraka. Menurut Mujahid, Abul Aliyah, Al-Hasan, IbnuZaid, dan lain-lainya. Yakni kemudian sesudah penciptaan yang paling baik lagi paling indah itu, tempat kembali mereka adalah ke neraka, jika mereka tidak taat kepada Allah dan tidak mengikuti rasul-rasul-Nya.[6]
-yang menjadi pokok kemuliaan manusia adalah iman dan amalnya
إلَّاالذِيْنَء’مَنُوْاوَعَمِلُوْاآلصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌغَيْرُمَمْنُونٍ {6}
6. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
Asbabun Nuzulnya, dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa firman Allah S.95:5 mengandung arti ke tingkat pikun (seperti bayi lagi). Oleh karena itu Rasulullah saw. ditanya tentang (kedudukan) orang yang telah pikun itu. Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya (S.95:6) yang menegaskan bahwa mereka yang beriman dan beramal shalih sebelum pikun akan mendapat pahala yang tidak putus-putusnya.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al-'ufi yang bersumber dari Ibnu Abbas)
Yang tidak dikembalikan kepada tingkat paling rendah hanyalah orang-orang yang jiwanya penuh dengan iman, mengetahui bahwa alam ini berada dibawah kekuasaan Allah, serta mengerjakan amalan-amalan yang saleh. Mereka ini mengetahui bahwa semua perbuatan yang dikerjakannya akan diakhiri dengan pembalasan oleh Allah. Mereka itulah yang memperoleh pahala yang tiada putus-putusnya, dan mereka itu adalah pengikut Nabi SAW. serta orang orang yang dapat petunjuk.[7]
C.   Kemuliaan Manusia, Surah Al-Isra’ Ayat 70
Surah Al-Isra’ (17) ayat 70 :
وَلَقَدْ كَرَّمْنَابَنِى~ءَدَامَ وَحَمَلْنـهُمْ فِي الْبَرِّوَالْبَحْرِوَرَزَقْنــهُمْ مِّنَ آلطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنـهُمْ عَلَى’كَثِيْرٍمِّمَّنْ خَلَقْنَا تفْظِيْلًا {70}
70. Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
            Surat ini diturunkan di makkah sehingga surat ini digolongkan kepada surat-surat makkiyah. Dimulai dengan tasbih (memahasucikan) kepada Allah dan diakhiri dengan tahmid (memuji) kepada-Nya. Surah ini berisi berbagai tema yang umumnya berkaitan dengan masalah aqidah. Sebagian dari tema-tema itu berkaitan dengan masalah perilaku individu atau kolektif serta etika-etikanya yang berdiri diatas landasan aqidah tersebut. Disamping itu, surat ini juga berisi kisah bani Israel dalam kaitannya dengan Masjidil Aqsha sebagai tempat tujuan Isra Nabi Muhammad SAW., dan sepenggal kisah Nabi Adam dan iblis serta kemuliaan yang diberikan Allah kepada manusia.[8]
            “Kami angkut mereka di daratan dan di lautan..” Mengangkut mereka di daratan dan lautan ini terjadi dengan ditundukkan-Nya hukum alam agar ia serasi dengan tabiat kehidupan manusia beserta semua potensi yang dimilikinya. Seandainya hukum alam ini tidak harmonis dengan tabiat kemanusiaan, niscaya tak akan tegak kehidupan manusia. Karena ia sangat lemah dan kerdil jika dibanding dengan fenomena-fenomena alam yang ada di lautan maupun daratan. Tetapi, manusia dibekali Allah dengan kemampuan menguasai kehidupan di alam raya , sekaligus dibekali dengan berbagai potensi agar ia dapat memanfaatkan alam ini. Semua itu merupakan anugerah Allah yang amat besar.
            “Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik.” Biasanya manusia mudah melupakan rezeki yang baik-baik yang diberikan Allah padanya, karena ia terbiasa hidup dalam kemewahan. Sehingga, banyak orang yang tak merasakan nikmatnya rezeki yang baik kecuali ketika ia kehilangan rezeki itu. Dikala itulah manusia menyadari nilai dari yang selama ini ia nikmati. Tetapi, memang cepat sekali manusia lalai dan lupa akan segala bentuk kenikmatan yang berupa matahari, udara, air, kesehatan, kemampuan untuk bergerak, pancaindra, akal pikiran, dan berbagai makanan dan minuman serta pemandangan. Juga alam raya yang luas yang dikuasakan padanya, yang didalamnya terdapat berbagai rezeki yang baik dengan jumlah yan


UNTUK MENDAPATKAN MAKALAH LENGKAP DAN DALAM FORMAT MICROSOFT WORD SILAHKAN DOWNLOAD DISINI

1 komentar:


EmoticonEmoticon

google4d1ad84db60295b5.html