MAKALAH TAFSIR AYAT TENTANG AKHIRAT

Bab I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Percaya kepada adanya kehidupan akhirat merupakan rukun iman yang kelima. Beriman kepada hari akhir sesudah beriman kepada Allah SWT menunjukkan bahwa beriman kepada adanya kehidupan di akhirat merupakan hal yang amat penting. Al-Qur’an telah merambahkan dimensi baru terhadap studi mengenai fenomena jagad raya dan membentuk pikiran manusia melakukan terobosan terhadap batas penghalang dari alam materi. Al-Qur’an membimbing manusia kepada Allah dan keagungan alam semesta yang amat luas dan mengajak manusia untuk menyelidikinya, mengungkap keajaiban dan keghaiban, serta berusaha memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah ruah untuk kesejahteraan hidup.
Oleh karena itu al-Qur’an membawa manusia terhadap Allah SWT melalui ciptaan-Nya dan realitas kongkret yang terdapat di bumi dan di langit. Inilah sesungguhnya yang terdapat pada ilmu pengetahuan yang mana mengadakan observasi lalu menarik hukum-hukum alam berdasarkan observasi dan eksperimen. Dengan demikian ilmu pengetahuan dapat mengetahui tentang segala hal yang telah diciptakan oleh Allah melalui observasi yang teliti dan terdapat hukum-hukum yang mengatur gejala alam dan al-Qur’an menunjukkan kepada realitas intelektual yang maha besar, yaitu Allah SWT, lewat ciptaan-Nya.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana penafsiran ayat tentang akhirat dalam surat Qaaf ayat 21-22?
2.      Bagaimana penafsiran ayat tentang akhirat dalam surat Al-A’la ayat 16-17?
C.    Tujuan pembahasan
Untuk memahami penafsiran surat Qaaf ayat 21-22 dan surat Al-A’la ayat 16-17 mengenai hakikat akhirat, kebenaran tentang adanya hari akhirat dan adanya pembalasan di hari akhir.











Bab II
Pembahasan

A.    Penafsiran dalam Al-Qur’an surat Qãf ayat 21-22
وَجَاءَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَعَهَا سَائِقٌ وَشَهِيْدٌ[٢١] لَقَدْ كُنْتَ فِيْ غَفْلَةٍ مِنْ هذَا فَكَشَفْنَاعَنْكَ غِطَآءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيْدٌ[٢٢]
“Dan datanglah setiap orang bersama dengannya (malaikat) penggiring dan (malaikat) saksi [21]. Sungguh, kamu dahulu lalai tentang (peristiwa) ini, maka Kami singkapkan tutup (yang menutupi) matamu, sehingga penglihatanmu pada hari ini sangat tajam [22]”
Pada ayat sebelumnya Allah berfirman:
وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ  ذلِكَ مَاكُنْتَ مِنْهُ تَحِيْدُ
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu hindari” (QS. Qaaf: 19)
Pada konteks ayat ini “Dan datanglah sakaratul maut”, saat ruh akan meninggalkan badan, kedatangannya itu dengan haq (pasti datang). Ini berarti setiap orang_bahkan setiap yang bernyawa_akan mengalami sakaratul maut. Dan penderitaan ketika mati itu menyingkapkan bagimu keyakinan yang telah kamu dustakan bahwa kebangkitan adalah hal yang tidak mungkin diragukan lagi. “Itulah yang dahulu hendak kamu hindari”, Kebenaran yang kamu hindari itu benar-benar telah datang kepadamu, maka tidak ada tempat berlari dan tidak ada tempat berpaling, tidak ada tempat menghindar dan tidak ada tempat untuk menyelamatkan diri. Dijelaskan dalam al-Qur’an, bagaimana rasa sakit yang dirasakan oleh seseorang yang sedang mengalami sakaratul maut :
وَلَوْ تَرى إِذِ الظّلِمُوْنَ فِى غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلئِكَةُ بَاسِطُوْا أَيْدِهِمْ [الأنعام : ٩٣]
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim berada dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya” (QS. Al-An’am:93)
Penyifatan kehadiran sakaratul maut dengan al-haq dipahami oleh Sayyid Quthub sebagai isyarat tentang keadaan jiwa manusia pada saat terjadinya sakaratul maut itu. Yakni ketika itu dia akan melihat kebenaran dengan sangat sempurna. Dia melihatnya tanpa tirai penghalang dan dia mengetahui apa yang tadinya dia tidak ketahui serta apa yang tadinya ia ingkari, hanya saja itu semua setelah terlambat dan tidak bermafaat lagi.
Kemudian, Allah SWT berfirman :
وَنُفِخَ فِى الصُّوْرِ ذلِكَ يَوْمُ الْوَعِيْدِ
“Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari yang diancamkan” (QS. Qaff: 20)
Dan setelah tiba masa kebangkitan, ditiuplah oleh malaikat Israfil sangkakala untuk membangkitkan manusia dari kubur. Itulah hari ancaman serta hari terpenuhinya janji.[1] Ayat ini menyifati hari peniupan sangkakala dengan hari terlaksananya ancaman, dan hari terpenuhinya janji. Ketika Allah SWT telah memberi izin untk menetapkan kematian atas semua makhluk, dan menetapkan batas akhir bagi segala urusan dunia, maka Dia akan memerintahkan malaikat Israfil untuk meniup sangkakala. Dalam firman Allah telah disebutkan:
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ۖ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَىٰ فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).(QS: Az-Zumar Ayat: 68)
Yang paling terpenting dan yang wajib diyakini oleh setiap muslim adalah bahwa ada waktu yang telah ditentukan oleh Allah SWT_yang tidak satu makhluk pun mengetahui kapan datangnya dimana manusia akan dibangkitkan untuk mempertanggungjawabkan amal masing-masing, lalu menerima balasan dan ganjarannya.
Dalam ayat berikutnya yaitu Q.S Qaaf ayat 21 Allah berfirman:         
وَجَاءَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَعَهَا سَائِقٌ وَشَهِيْدٌ
Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang Malaikat penggiring dan seorang Malaikat penyaksi”. (QS. Qaaf: 21).
Ayat di atas bagaikan menyatakan: ketika diitiup sangkakala itu semua manusia bangkit dari kuburnya bagaikan belalang yang tersebar dan datanglah tiap-tiap diri yang taat dan yang durhaka ke padang mahsyar, bersama dengannya penggiiring yakni pengantar atau penghalau dan penyaksi.[2]
Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai kata (سآئق) dan (شهيد), menurut Ibnu Abbas, (سآئق) adalah malaikat penggiring, sedangkan (شهيد) adalah saksi dari diri mereka sendiri, yaitu kaki dan tangan mereka. Al Hasan dan Qatadah menafsirkan bahwa makna dari kata (سآئق) adalah penggiring jiwa-jiwa manusia, dan makna dari (شهيد) adalah saksi yang mempersaksikan amal perbuatan manusia. Mereka tidak menyebutkan apakah penggiring dan saksi itu adalah malaikat atau bukan. Sedangkan menurut Mujahid, (سآئق) dan (شهيد) adalah dua malaikat yang ditugaskan untuk menggiring dan mempersaksikan manusia di akhirat nanti. Makna ini sejalan dengan penafsiran dari Ibnu Katsir, beliau menafsirkan bahwa (سآئق) dan (شهيد) adalah malaikat yang menggiring ke padang mahsyar dan malaikat yang mempersaksikan amal perbuatannya.
Makna ini sesuai dengan sebuah riwayat dari Utsman bin Affan yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah, bahwa ketika Utsman sedang berpidato, ia membaca ayat ini (surat Qaaf: 21) makna dari kata (سآئق) adalah seorang malaikat yang mnggiring manusia ke hadapan Allah ta’ala dan (شهيد) adalah seorang malaikat yang mempersaksikan perbuatan mereka . Pendapat ini juga dipilih oleh Al Qurthubi dan Ath Thabari. Al Qurthubi mengatakan bahwa pendapat inilah yang paling diunggulkan.

UNTUK MENDAPATKAN MAKALAH LENGKAP DENGAN FORMAT PENULISAN YANG BENAR SILAHKAN KUNJUNGI LINK INI http://viid.me/qtTFyS ATAU DOWNLOAD DI SINI




[1] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan,Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 13, (Jakarta:Lentera Hati,2002), hal,298
[2] M. Quraish Shihab.2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: lentera hati. Hal: 299


EmoticonEmoticon

google4d1ad84db60295b5.html