Makalah Tentang Instrumen dalam Pasar Modal


BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Jika melihat perkembangan bisnis syariah termasuk juga lembaga-lembaga syariah di negara-negara muslim lainnya seperti Kuwait, Uni Emirat Arab, Malaysia, bahkan Singapura, Indonesia sudah tertinggal cukup jauh. Tak kalah heboh, Negara-negara Eropa pun kini sedang berpikir untuk membuka unit-unit usaha syariah. Salah satu bisnis syariah adalah asuransi sayariah. Tentu dalam melakukan bisnis harulah mempunyai etika agar bisnis yang dijalankan bisa berjalan dengan baik. Di zaman klasik bahkan juga di era modern, masalah etika bisnis dalam dunia ekonomi tidak begitu mendapat tempat.  Karena pengaruh dari ekonomi kontemporer yang tidak memperdulikan etika.
Dalam asuransi syariah juga harus memiliki etika dan pengaturan pemasaran agar bisnis yang dijalani bisa berjalan dengan lancar.  Dalam makalah ini kami akan  membahas tentang etika dan peraturan pemasaran dalam asuransi syariah.

B.  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Yang Dimaksud Dengan Etika Dan Pemasaran?
2.      Bagaimana Etika Dalam Asuransi Syariah?
3.      Bagaimana Teknik Memasarkan Program Asuransi Syariah?

C.  TUJUAN MAKALAH
1.      Dapat Menggetahui Apa Itu Etika Dan Pemasaran
2.      Dapat Mengetahui Etika Dalam Asuransi Syariah
3.      Dapat Mengetahui Teknik Pemasaran Dalam Asuransi Syariah





BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN ETIKA DAN PEMASARAN
1.      Pengertian etika
Etika berasal dari Bahasa Yunani Kuno ethos. Dalam bentuk kata tunggal kata tersebut mempunyai banyak arti, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan,  arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “Etika” yang oleh filosof Yunani Besar, Aristoteles (384-322SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.[1]
Dalam kamus Inggris, etika (ethic) mengandung empat pengertian. Pertama, etika adalah prinsip tingkah laku yang baik atau kumpulan dari prinsip-prinsip itu. Kedua, etika merupakan sistem prinsip-prinsip atau nilai-nilai moral. Ketiga, dalam kata-kata “ethics” yaitu “ethic” dengan tambahan “s” tapi dalam penggunaan mufrad atau singular, diartikan sebagai kajian tentang hakikat umum moral. Keempat, “ethics” yaitu “ethic” dengan tambahan mufrad (tunggal) dan jamak (plural), ialah ketentuan-ketentuan atau ukuran-ukuran yang mengatur tingkah laku para anggota suatu profesi.[2]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etika dijelaskan dengan arti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika juga diartikan kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Serta diartikan  nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

2.      Pengertian Pemasaran
 Pemasaran berasal dari kata pasar,  yang dalam konteks tradisional diartikan dengan “tempat orang yang berjual beli”. Pemasaran adalah proses, cara, pembuatan, dan memasarkan suatu barang dagangan.[3] Dalam literatur Arab-Islam, pasar disebut assuq, jamaknya aswaq. Sedangkan pemasaran disebut dengan at-taswiq.
Pemasaran dalam asuransi baik konvensional maupun asuransi syariah dilakukan oleh agen asuransi ketentuan ini diatur dalam regulasi perundang-undangan Indonesia yaitu dalam pasal 3 ayat (5) Undang-undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Dalam undang-undang tersebut juga mengatur mengenai kegiatan agen asuransi hanya boleh melakukan usaha pemasaran bagi satu perusahaan saja. Ini sesuai dengan pasal 5 huruf e undang-undang No. 2 Tentang Usaha Perasuransian.[4]
Efisiensi dalam pemasaran produk asuransi syariah dapat diukur dari terpenuhi salah satu unsur dibawah ini:
·      Keluaran tetap konstan, masukan mengecil
·      Keluaran meningkat, masukan konstan
·      Keluaran meningkat dalam kadar yang lebih tinggi dari peningkatan masukan
·      Keluaran menurun dalam kadar yang lebih rendah dari penurunan masukan
Dalam melakukan pemasaran asuransi syariah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penawaran kepada calon konsumen/nasabah produk asuransi syariah, produk yang ditawarkan tidak boleh terhadap pelaku usaha yang terlarang, usaha terlarang tersebut meliputi:
·      Usaha yang menggunakan sistem ribawi.
·      Usaha yang mengandung perjudian.
·      Usaha Peramalan nasib.
·      Usaha Pengangkutan Barang Haram
·      Dan lain sebagainya

B.  ETIKA DALAM ASURANSI SYARIAH
1.     Prinsip-Prinsip Bisnis Islam
Sebelum membahas etika bisnis, terlebih dahulu kita mengetahui prinsip-prinsip ekonomi/bisnis Islam yang menjadi landasan bagi segala aktivitas perekonomian (bisnis). Prinsip-prinsip Bisnis dapat diuraikan sebagai berikut:[5]
a.    Prinsip Kesatuan atauTauhid (Unity)
Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariah Islam. Dari konsep ini, maka Islam menawarkan keterpaduan, agama ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar ini pandangan ini pula maka etika bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horizontal, membetuk persamaan yang sangat pentinga dalam sistem Islam yang homogen yangtidak mengnal kekusutan dan keterputusan. Tauhid mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini bersumber dan berakhir kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan absolut atas semua yang diciptakannya. Oleh sebab itu segala aktifitas khususnya dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.
b.   Prinsip Kebolehan (Ibahah)
Pada dasarnya Islam memberi kesempatan seluas-luasnya bagi perkembangan bentuk kegiatan mu’amalah sesuai perkembangan kebutuhan manusia yang dinamis. Segala bentuk kegiatan muamalah adalah dibolehkan kecuali ada ketentuan lain yang menentukan sebaliknya.
Berkaitan dengan prinsip ini Hamyah Ya’qub, memberi garis besar larangan dalam perdagangan Islam menjadi tiga kategori;
·      Melingkupi barang atau zat yang terlarang untuk diperdagangkan.
·      Melingkupi semua usaha atau objek dagang yang terlarang.
·      Melimgkupi cara-cara dagang atau jual beli yang terlarang.

Penerapan prinsip kebolehan (bahah) sangat berkaitan dengan sesuatu yang menjadi objek dalam bisnis, yang jelas hala dan tidak mengandung keraguan sedikit pun.

c.    Prinsip Keadilan
Keadilan merupakan prinsip dasar dan utama yang harus ditegakkan dalam seluruh aspek kehidupan termasuk kehidupan berekonomi. Islam melarang adanya transaksi yang mengandung unsur gahara yang berakibat keuntungan di satu pihak dan kesewanang-wenangan serta penindasan (dhulm) di pihak lain.
Keadilan sebagai fondasi perekonomian, dalam Al-Qur’an banyak menyebutkan kata keadilan itu dengan berbagai konteks. Keadilan yang ditunjukkan hukum Islam adalah keadilan yang mutlak dan sempurna bukan keadilan yang relative dan parsial seperti yang ada dalam sistem hukum Yunani, Romawi maupun hukum manusia lainnya. Keadilan merupakan nilai dasar, etika eksiomatik, dan prinsip bisnis yang bermuara paada satu tujuan yaitu menhindari kedzaliman dengan tidak memakan harta sesama dengan batil.
d.   Prinsip Kehendak Bebas
Kehendak bebas merupakan kontribusi Islam yang paling orisinil. Berdasarkan pada aksioma kehendak bebas ini, dalam bisnis, manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian, termasuk menepati maupun mengingkarinya. Kehendak bebas (Free Will) yakni manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas itu harus sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat.
Kehendak bebas yang dibatasi oleh keadilan. Sesungguhnya, kebebasan ekonomi yang disyari’atkan Islam bukanlah kebebasan mutlak yang terlepas dari ikatan. Kebebasan itu kebebasan yang terbatas, terkendali dan terikat dengan keadilan yang diwajibkan Allah.
e.    Prinsip Pertanggungjawaban
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. Untuk memenuhi tuntutan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mem-pertanggungjawabkan tindakannya. Aksioma pertanggungjawaban ini secara mendasar akan mengubah perhitungan ekonomi dan bisnis, karena segala sesuatunya harus mengacu pada keadilan.
f.     Prinsip Kebenaran: Kebajikan dan Kejujuran
Kebenaran adalah nilai kebenaran yang dianjurkan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam konteks bisnis, kebenaran dimaksudkan sebagai niat, sikap dan perilaku yang benar, yang meliputi, proses akad (transaksi), proses mencari atau memperoleh komodiatas, proses pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan margin keuntungan (laba). Termasuk kebajikan dalam bisnis adalah sikap kesukarelaan dan keramahtamahan.
Dengan aksioma kebenaran ini, maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian dalam bisnis. Kejujuran merupakan nilai dasar yang harus dipegang dalam kegiatan bisnis. Setiap bisnis yang didasarkan pada kejujuran akan mendapatkan kepercayaan pihak lain.
g.    Prinsip Kerelaan
Prinsip ini menjelaskan bahwa segala bentuk kegiatan ekonomi harus dilaksanakan sukarela, tanpa ada unsur paksaan antara pihak-pihak yang terlibat dengan kegiatan tersebut. Prinsip kerelaan dalam Islam merupakan dasar penerimaan dan perolehan objek transaksi yang jelas-jelas bersifat halal dan tidak bertentangan dengan ajaran agama.
h.   Prinsip Kemanfaatan
Penerapan prinsip kemanfaatan dalam kegiatan bisnis sangat berkaitan dengan objek transaksi bisnis. Objek tersebut tidak hanya berlabel halal tetapi juga memberikan manfaat bagi konsumen. Objek yang memenuhi kriteria halal apabila digunakan untuk hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan, maka hal ini pun dilarang.
i.      Prinsip Haramnya Riba
Prinsip ini merupakan implementasi dari  ....

UNTUK MENDAPATKAN MAKALAH SECARA LENGKAP SILAHKAN DOWNLOAD DISINI











[1] . Nur Ahmad Fadhil dan Azhari Akmal, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2001), hal. 25.
[2]Nur Ahmad Fadhil dan Azhari Akmal, Etika Bisnis Dalam Islam, hal 25-26.
[3]. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 651.
[4]. Fatwa DSN-MUI No. 21 Tentang Pedoman Asuransi Syariah
[5]. Kuat Ismanto, Asuransi syari’ah, Tinjauan Asas-asas Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 154-165.
[6]. Kuat Ismanto, Asuransi syari’ah, Tinjauan Asas-asas Hukum Islam, hal 169 - 170
[7]. Ibid, hal. 174
[8]. Ibid, hal.175
[9]. Khairil Anwar, Asuransi Syariah, Halal Dan Maslahat,(Solo, Tiga Serangkai,2007), Hal. 104 – 112.


EmoticonEmoticon

google4d1ad84db60295b5.html