MAKALAH TENTANG ETIKA PRODUKSI



BAB II
PEMBAHASAN

A. Etika Produksi
Parameter kepuasan Islam bukan hanya terbatas pada aspek material lahiriyah atau harta benda konkrit keduniawan tapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak, jiwa dan spiritual, seperti iman, dan amal shaleh yang dilakukan manusia. Atau dengan kata lain, bahwa kepuasan dapat timbul dan dirasakan oleh seorang manusia muslim ketika harapan mendapat pahala dari Allah SWT atau mendapat ridho Allah SWT. Pandangan ini tersirat dari bahasan ekonomi yang dilakukan oleh Hasan Al Banna. Beliau mengutip firman Allah SWT yang mengatakan: “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah SWT telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin.” (QS. 31: 20)
Semua sumber daya yang terdapat di langit dan di bumi disediakan Allah SWT untuk kebutuhan manusia, agar manusia dapat menikmatinya secara sempurna, lahir dan batin, material dan spiritual. Apa yang diungkapkan oleh Hasan Al Banna ini semakin menegaskan bahwa ruang lingkup keilmuan ekonomi Islam lebih luas dibandingkan dengan ekonomi konvensional. Ekonomi Islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah SWT.
Al-Qur’an juga telah memberikan tuntunan visi bisnis yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan sesaat tetapi “merugikan”, melainkan mencari keuntungan yang secara hakikat baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya (pengaruhnya). Salah satu aktifitas bisnis dalam hidup ini adalah adanya aktifitas produksi.
B. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Produksi
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Para ekonom mendefiniskan produksi sebagai sebuah cara untuk menciptakan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan.  Produksi menurut Kahf, mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dari dua pengertian diatas produksi dimaksudkan untuk mewujudkan suatu barang dan jasa yang digunakan tidak hanya untuk kebutuhan fisik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain produksi dimaksudkan untuk menciptakan mashlahah bukan hanya menciptakan materi. Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).
Memindahkannya dari tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkannya, atau menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di masa yang akan datang atau mengolahnya dengan memasukkan bahan-bahan tertentu, menutupi kebutuhan tertentu, atau mengubahnya dari satu bentuk menjadi bentuk yang lainnya dengan melakukan sterilisasi, pemintalan, pengukiran, atau penggilingan, dan sebagainya. Atau mencampurnya dengan cara tertentu agar menjadi sesuatu yang baru. Pada masa Rasulullah, orang-orang biasa memproduksi barang, dan beliau pun mendiamkannya, sehingga, diamnya beliau menunjukan adanya pengakuan beliau terhadap aktivitas berproduksi mereka. Aspek produksi yang berorientasi pada jangka panjang adalah sebuah paradigm berfikir yang didasarkan pada ajaran islam yang melihat,bahwa proses produksi dapat menjangkau makna yang lebih luas, tidak hanya pencapaian aspek yang bersifat materi keduniaan, tetapi sampai menembus batas cakrawala yang bersifat keakhiratan.
Mannan (1980: 85-6) melihat produksi sebagai penciptaan guna (utility). Agar dapat dipandang sebagai utility, dan dengan demikian meningkatkan kesejahteraan ekonomi, maka barang dan jasa yang diproduksi itu haruslah hanya yang ‘dibolehkan dan menguntungkan’ (yakni halal dan baik) menurut Islam saja. Baginya, “konsep Islam mengenai kesejahteraan berisi peningkatan pendapatan, yang diperoleh dari peningkatan produksi barang yang baik saja, melalui pemanfaatan sumber-sumber (manusia dan materil) secara maksimal maupun melalui partisipasi jumlah penduduk maksimal didalam proses produksi”.
Proses produksi menurut Mannan (1984: 90-3) adalah usaha kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menghasilkan barang dan jasa bagi kesejahteraan ekonomi mereka. Nilai persaudaraan, jika diaplikasikan dalam lingkungan ekonomi, akan menlahirkan lingkungan kerja sama, bukan persaingan, penyebaran lebih luas atau ‘sosialisasi sarana produksi,’ bukan konsentrasi maupun eksploitasi sumber daya alam (dan manusia) lebih lanjut.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, defenisi Mannan tentang efesiensi berisi pertimbangan-pertimbangan keadilan. Barang tidak akan dihasilkan dengan mempertimbangkan permintaan efektif, tetapi ‘kebutuhan efektif’: yakni ‘kebutuhan’ yang didefinisikan menurut norma dan nilai-nilai Islam.
Permulaan sejarah perkembangan memproduksi secara massal baru dimulai pada abad ke-18, yaitu pada permulaan masa Revolusi industri. Periode ini berakhir selama lebih kurang satu abad, yaitu sampai akhir abad ke-19, pada ketika mulai berkembang proses produksi yang didasarkan keada manajemen ilmiah yang menentukan cara menyusun kegiatan memproduksi yang menghasilkan barang dengan cara aling efesien (dengan biaya paling murah). Periode ketiga berawal di Amerika pada saat Henry Ford memperkenalkan cara produksi  secara massal dalam menghasilkan mobilnya. Periode ini berjalan hingga berakhirnya perang dunia kedua. Kemajuan teknologi yang semakin pesat semenjak  akhir perang dunia kedua memulai era keempat  dari sejarah proses produksi, yaitu kegiatan memproduksi yang prosesnya diatur melalui sistem otomasi dan penggunaan robot. Periode terakhir, atau periode kelima bermula pada tahun 1980-an pada ketika penggunaan mesin yang berkomputer semakin meluas diaplikasikan dalam memproses berbagai jenis barang.

C. Etika Islam dalam Produksi
Jika kita bicara tentang nilai dan ahlak dalam ekonomi dan muamalah, maka tampak secara jelas dihadapan kita empat nilai utama, yaitu (1) rabbaniyah, (2) akhlak, (3) kemanusiaan, dan (4) pertengahan. Nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan yang utama bagi ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataanya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang nampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki cabang, buah dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah islamiyahdi bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi,dan distribusi.
Raafik Isa Beekun dalam bukunya menyebutkan, paling tidak ada sejumlah parameter kunci sistem etika Islam yang dapat dirangkum, seperti: (a) Berbagai tindakan ataupun keputusan disebut etis bergantung niat individu yang melakukannya. Allah maha kuasa mengetahui apapun niat kita sepenuhnya secara sempurna; (b) Niat baik diikuti tindakan yang baik dan dihitung sebagai ibadah. Niat yang halal tidak dapat mengubah tindakan yang haramm menjadi halal; (c) Islam memberikan kebebasan kepada individu untuk percaya dan bertindak berdasakan apapun keinginannya sesuai dengan syariat; (d) Percaya kepada Allah memberi individu kebebasan sepenuhnya dari hal apapun; (e) Keputusan yang menguntungkan kelompok mayoritas ataupun minoritas secara langsung bersifat etis dalam dirinya; (f) Islam mempergunakan pendekatan terbuka terhadap etika, bukan sebagai sistem tertutup, dan berorientasi diri sendiri. Egoisme tidak mendapat tempat dalam ajaran Islam; (g) Keputusan etis harus didasarkan pada pembacaan secara bersama antara Al-Qur’an dan alam semesta; (h) Tidak seperti sistem etika yang diyakini banyak agama lain, Islam mendorong umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah melalui partisipasi aktif dalam kehidupan ini. Dengan berprilaku secara etis di tengah godaan ujian dunia, kaum muslim harus mampu membuktikan ketaatannya kepada Allah.
Kekayaan itu sendiri sangat beragam yang tersimpan di alam semesta, dimana manusia hidup, antara fauna, flora, pertambangan dan lain- lain. Semua ini bisa diolah agar mempunyai nilai ekonomi dan manfaat guna memenuhi kebutuhan hidup manusia. Islam hanya memperbolehkan usaha yang dilakukan dengan adil, jujur, dan cara yang bijaksana. Sedangkan usaha yang tidak adil dan salah sangat dicela. Sebab usaha semacam itu dapat menimbulkan ketidakpuasaan pada masyarakat dan ahlinya menyebabkan kecurangan karena itu, sistem ekonomi Islam bebas dari kesewenangan wenangan, eksploitasi model kapitalis dan kediktaktoran model komunisme.
Dalam kaitan bidang produksi “kerja” merupakan unsur yang penting dalam kegiatan ekonomi secara universal. Bekerja bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga, masyarakat dan semua makhluk secara umum. Jika disimpulkan, tujuan kerja ini sebenarnya hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia secara individual dan kebutuhan masyarakat secara luas. Karena itu untuk melaksanakan tugas mulia ini dalam bekerja hendaknya umat islam harus melakukan dengan baik dan sempurna (ihsan), meluruskan niat (motivasi), profesional, istiqamah, dan harus menghargai waktu.
Fungsi produksi dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan atas pengadaan atas barang atau jasa. Transformasi yang dilakukan dalam kegiatan produksi adalah membentuk nilai tambah (value added). Menurut Muslich, secara filosofis, aktivitas produksi meliputi:
1. Produk apa yang dibuat
2. Berapa kuantitas produk yang dibuat
3. Mengapa produk itu dibuat
4. Dimana produk tersebut dibuat
5. Kapan produk dibuat
6. Siapa yang membuat
7. Bagaimana memproduksinya
Lebih lanjut dikatakan oleh Muslich, bahwa etika bisnis yang berkaitan dengan fungsi produksi adalah berkaitan dengan upaya memberi solusi atas masalah yang ada diatas. Solusi dari produksi adalah beriorentasi pada pencapaian harmoni atau keseimbangan bagi semua atau beberapa pihak  yang berkepentingan dengan masalah.

D. Nilai dan Moral dalam Produksi
Sebagian penulis sistem ekonomi Islam mengatakan bahwa sesungguhnya islam memusatkan perhatiannya pada pendistribusian harta, bukan pada produksi dan perkembangannya. Ekonomi Islam menekannkan pada pembagian kekayaan secara adil dan tidak memiliki hubungan sama sekali. Jika yang dimaksud dengan produksi adalah cara dan alat serta  metode, maka pernyataan ini bisa diterima. akan tetapi jika berkaitan dengan tujuan, niai dan aturan berproduksi, maka tidak diragukan lagi bahwa pemahaman ini adalah keliru. Karena itu masalah ini harus dijelaskan agar difahami rambu-rambunya. .
Nilai dan norma dalam berproduksi, sejak dari kegiatan mengorganisasi faktor  produksi, proses produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen , semuanya harus mengikuti moralitas Islam. Metwally (1992) mengatakan bahwa perbedaan dari perusahaan-perusahaan non Islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan- kebijakan ekonomi dan stragtegi pasarnya. Produksi barang dan jasa yang dapat merusak moralitas dan menjauhkan manusia dari nilai-nilai Islam tidak akan diperbolehkan. Terdapat lima jenis kebutuhan yang dipandang bermanfaat untuk mendapat falah, yaitu: 1. Kehidupan, 2. Harta, 3. Kebenaran, 4. Ilmu pengetahuan, dan 5. Kelangsungan keturunan.
Selain itu, Islam juga mengajarkan adanya skala prioritas (dharuriyah, hajjiyah, dan tahsiniyah) dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi serta melarang sikap berlebihan. Larangan ini juga berlaku bagi segala mata rantai dalam produksinya. Jika kita renungkan di dalam al-quran, maka kita akan mendapatkan bahwa Allah menganjurkan kepada kita untuk menggunakan sumber kekayaan alam. Yusuf Qardawi paling tidak membagi pembahasan mengenai norma menjadi beberapa pembahasan yaitu: (1). Hewan, (2) tumbuh-tumbuhan, (3) kekayaan laut, (4) kekayaan tambang, dan (5) matahari dan bulan. Semua itu diciptakan untuk diambil manfaatnya oleh umat manusia.

E. Faktor dan Tujuan Produksi
Faktor-faktor produksi merupakan instrumen kegiatan produksi yang disediakan alam atau diciptakan manusia untuk dipergunakan dalam memproduksi barang dan jasa. Faktor produksi disebut masukan yang secara umum terbagi dua yaitu faktor produksi yang tersedia secara asali dan faktor produksi yang diciptakan manusia. Ketersediaan faktor produksi tidak sama dalam setiap wilayah. Hal ini menimbulkan kesenjangan ekonomi, dan kemiskinan yang akan menghantui negara dengan sumber daya alam berlimpah, tetapi belum bermanfaat. Pembahasan faktor produksi dalam Islam sangat variatif karena al-Qur’an dan as-Sunnah tidak menyajikannya secara eksplisit.
Dengan melihat perkembangan kegiatan produksi yang semakin kompleks maka pembahasan ini mengkategorikan faktor produksi dalam empat kriteria yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, modal, dan institusi. Maksud kategorisasi adalah ketersalinggantungan antar faktor produksi. Misalnya wilayah dengan sumber daya alam potensial belum tentu mampu mengelola kekayaannya jika tidak memiliki modal finansial. Juga kalau keberadaan institusi tidak mampu mengelola dan mendistribusikan. Sumber daya alam disediakan bagi umat manusia harus mampu difungksikan secara maksimal agar berguna. Dalam kegiatan produksi Islam, keberadaan faktor produksi di atas karena keagungan statusnya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya di muka bumi. Sebagai salah satu faktor produksi, sumber daya alam menyediakan instrumen bagi manusia untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Di samping itu, kekayaan alam memberikan pengajaran tentang kebesaran Allah SWT. dan kewajiban manusia untuk memanfaatkan dan mengalokasikannya secara adil.
Proses produksi dapat dibedakan menjadi kepada dua golongan berikut: analytic dan synthetic. Sedangkan apabila pembedaan proses produksi tersebut didasarkan kepada bagaimana peralatan produksi (yaitu: mesin-mesin) digunakan, proses produksi dapat dibedakan pula kepada: proses continuos dan proses intermittent.
1. Proses analytic merupakan suatu bentuk proses produksi yang menciptakan beberapa barang dari suatu jenis bahan mentah dan input. Pada umumnya proses ini berlaku pada pertanian dan pertambangan menjadi barang jadi. Memproses minyak mentah, karet dan hasil kayu hutan merupakan contoh dari proses analytic.
2. Proses Synthetic sifatnya berbalikan dengan proses analytic yaitu proses ini menggabungkan beberapa input atau bahan mentah menjadi satu barang lain. Proses synthetic biasanya berlaku di industry pengolahan manufaktur.  Contoh, memproduksi sepatu input yang perlu disediakan yaitu karet, kulit, benang dan perekat merupakan bahan penting yang harus disediakan untuk mewujudkan barang lain yaitu sepatu.
Kegiatan memproduksi yang digolongkan sebagai produksi synthetic dibedakan ke dalam dua cara:  Prose pabrikasi dan proses assembling. Membuat pakaian dan perabot digolongkan sebagai proses pabrikasi karena berbagai bahan diproses menjadi barang baru. Sedangkan membuat sepeda, sepada motor dan mobil digolongkan sebagai proses assembling karena berbagai komponen yang sudah dibuat dipasang bersama untuk menciptakan barang-barang tersebut.
Tujuan penting bagian produksi dan operasi adalah menciptakan barang yang sesuai dengan keinginan konsumen. Memenuhi bagian ini, bagian operasi dan produksi harus berusaha mewujudkan barang dalam konteks berikut: diproduksi secara efesien, mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dan dapat menciptakan barang yang bermutu.
1. Meningkatkan Efesien
Efesien merupakan hubungan antara input atau bahan baku dengan output atau produk. Jika perusahaan dapat menghasilkan barang atau jasa lebih banyak sementara nilai bahan baku tetap, maka dapat dikatakan efesien telah ditingkatkan. Begitu pula, jika perusahaan dapat mengahasilkan barang dan jasa yang tetap tetapi dengan nilai bahan baku yang lebih murah, sekali lagi efesien telah ditingkatkan.  

2. Meningkatkan Produktivitas
Produktivitas merupakan perbandingan antara seluruh produk barang dan jasa yang diproduksi pada waktu tertentu dibagi dengan banyaknya jam kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output tersebut.  Selain itu, produktivitas berkaitan dengan kuantitas dan kualitas barang yang akan diproduksi.

3. Meningkatkan Kualitas
Kualitas merupakan suatu hasil memproduksi barang dan jasa dengan cirri dan karakter tertentu dengan standar kepuasan seperti apa yang diduga oleh konsumen.

4. Kaitan antara Produksi Barang dan Jasa
Memproduksikan barang selalu memerlukan produk jasa. Hal tersebut sudak dibutuhkan pada ketika barang sedang diproses maupun pada saat barang dipasarkan. Dalam menjual barang diperlukan jasa pengankutan dan jasa perusahaan dagang, supermarket, pedagang besar dan pedagang eceran.

5. Penentuan Lokasi Usaha
Lokasi industri pengolahan yang lokasinya mendekati sumber bahan mentah. Ini terutama berlaku terhadap industry yang memproses bahan primer, seperti pabrik pemprosesan karet dan kelapa sawit dan penggilingan padi.

6. Tata Ruang Kegiatan Memproduksi
Tata ruang untuk memproduksi barang sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mewujudkan efesien. Pertama sekali ia bergantung kepada bentuk peralatan produksi yang digunakan. Selanjutnya pertimbangan yang kedua adalah menentukan letak alat-alat produksi sehingga penggunaanya mencapai tahap yang paling efesien. Pertimbangan menurunkan biaya produksi juga penting dalam menentukan cara tata ruang kegiatan memproduksi.


7. Kegiatan Memproduksi Barang
Kegiatan mempromosikan dan memperkenalkan barang adalah jauh lebih giat di dalam perusahaan yang menghasilkan barang daripada yang menghasilkan jasa. Pasar barang adalah lebih luas yaitu bukan saja meliputi kota, daerah atau Negara tetapi juga meliputi seluruh dunia. maka, dalam usaha menarik sebanyak mungkin pelanggan, dijalankan program pengiklanan dan promosi.

F. Fenomena atau Kasus yang terjadi pada Produksi
Dalam bidang produksi adalah seperti yang terjadi pada kasus Ajinamoto beberapa tahun silam kehalalan Ajinamoto dipersoalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Desember 2000 setelah ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes tebu (molase), mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan bakteri) yang merupakan hasil hidrolisa enzim kedelei terhadap biokatalisator porcine yang berasal dari pankreas babi.
Di bidang sumber daya manusia, banyak perusahaan- perusahaan besar khususnya yang menggaji karyawannya dibawah Upah Minimum Regional (UMR). Dibidang pemasaran masih banyak perusahaan yang melakukan strategi pemasaran yang kurang etnis, seperti exploitsi kaum wanita mengarah pada pelecehan akan martabat dan kehormatan wanita dan banyak kasus dilema etika lainnya.
Pelanggaran- pelanggaran seperti diatas, tidak saja fenomenal diindonesia namun juga terjadi dinegara negara besar seperti Amerika yang berpotensi besar untuk menurunkan reputasi perusahaan bahkan membuatnya gulung tikat dan itu disebabkan pelanggaran dilakukan oleh para eksekutif.




UNTUK MENDAPATKAN FORMAT DALAM MICROSOFT WORD SILAHKAN DOWNLOAD DI LINK BERIKUT INI




EmoticonEmoticon

google4d1ad84db60295b5.html