Uban Yang Menjadi saksi



UBAN YANG MENJADI SAKSI

            Allahu Akbar Allahu Akbar ! syahdunya lantuna azan menggema merontokkan sunyinya malam, merasuki relung batin insan-insan yang masih hanyut dalam lamunan. Dalam kegelapan tanpa sinaran rembulan tampak seorang lelaki paruh baya dengan tampilan seadanya dengan baju koko khas tahun 90-an memegang senter di tangannya , dengan langkah tertatih-tatih lelaki tersebut menuju suatu tempat yang berada dihadapannya.
            “ Bangun, bangun, waktunya shalat shubuh “ ujar lelaki paruh baya tersebut dengan nada seadanya, sontak ketika itu para santri langsung terbangun ketika mendengar suara sang  Pak Abu membangunkan mereka untuk menunaikan shalat shubuh, walau rasa kantuk dan hangatnya selimut terus menggoda mereka untuk mengabaikan perintah dari sang pencipta.
            Lelaki paruh baya tersebut sering disapa dengan “ Pak Abu” kesehariannya adalah sebagai pengasuh panti asuhan yang terletak jauh dari sudut kota. Dulunya Pak Abu adalah saudagar kaya, tanahnya ada dimana-mana, perusahaan texstilnya sudah terdengar seantero kota, hidupnya dipenuhi gemerlapan kehidupan dunia, intan, berlian, mutiara bukan hal yang asing baginya, tak ayal kondisi tersebut menyebabkannya jauh dari sang khaliq maha pencipta.  Namun suatu pertemuan antara dirinya dengan seorang anak yatim telah mengetuk pintu hatinya, dan menyadarkannya akan arti dan nilai-nilai kasih sayang yang selama ini luput  dari ingatanya.
            Singkat cerita, suatu ketika Pak Abu berjalan di depan sebuah supermarket yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya, dengan langkah tegap penuh wibawa Pak Abu terus melangkahkan kakinya sampai suatu ketika pak abu menghentikan langkahnya, dikejauhan sana tampak seorang anak yang berusiah sekitar 7 tahun tanpa sehelaipun kain yang menutupi tubuh mungilnya, badannya kurus, hitam dan berdebu dengan kedua tangannya terus mencari sesuatu dalam tumpukan sampah yang hina.
Pak Abu langsung menghampirinya “ apa yang kamu cari nak ?” ujarnya. “ saya lagi cari makanan pak, dari tadi pagi saya belum makan “ jawabnya .“ kamu tinggal dimana, orang tuamu kemana, ? “ pertanyaan demi pertanyaan terus mengalir dari mulut Pak Abu seakan tak ada habis-habisnya. “ saya tinggal tidak terlalu jauh dari sini pak, ibu dan ayah saya telah tiada, karib dan kerabat orangtua saya tak ada yang mempedulikan saya, untuk makan sehari-hari hanya ini yang bisa saya lakukan, berpindah dari satu tumpukan sampah ke tumpukan sampah lainnya, orang-orang yang berada sekitar sini sangat berat tangannya walau hanya sekedar memberikan sesuap nasi untuk saya “ . mendengar paparan si anak spontan hati Pak Abu  meleleh, tubuhnya yang tadi tegap berwibawa menjadi lemah tak berdaya, deraian air mata tak tertahankan membasahi wajah dan bajunya.
Perasaannya bercampur antara rasa iba dan rasa bersalah, dalam hatinya Pak Abu mengguman “ Ya Allah manusia macam apa aku ini ? dengan limpahan rizki yang kau berikan aku masih mengeluh. Ya Allah apakah hatiku telah buta ? selama ini aku bisa hidup tenang dan tidur dalam kekenyangan sedangkan sebagian orang sekelilingku tak tau apa yang harus dimakan walau hanya sebatas untuk menegakkan tulang rususknya, matanya tak terpejam karena dahsyatnya rasa lapar, bukankah rasulullah mengatakan bahwa bukanlah seorang muslim yang baik yang tidur dengan rasa kenyang sedang saudaranya tak bisa tidur karena kelaparan. Lalu… muslim macam apakah aku ini ?.
Pertemuan itu menjadi pertemuan bersejarah dalam hidupnya, pertemuan yang telah melelehkan hati kerasnya, memompa rasa syukur dalam jiwanya, dan menaburinya dengan benih-benih kasih sayang, pertemuan itu juga telah merubah segalanya, Pak Abu hari ini bukanlah pak abu yang dulu, hidupnya tak lagi dipenuhi gemerlapan dunia, hampir semua harta-hartanya dia infakkan untuk membangun panti asuhan, ketika orang-orang menyayangi tingkahnya dan menasehati tindakannya Pak Abu hanya tersenyum dan bergumam dalam hatinya” Bukankah Abu Bakar RA juga menginfakkan seluruh hartanya, hingga yang tersisa baginya hanyalah Allah dan Rasul “ Ketika anak dan istrinya mengeluh kepadanya Pak Abu berkata “ Tak ada yang perlu dirisaukan dari dunia ini, harta yang kita infakkan takkan membuat kita kelaparan bukankah rasulullah mengatakan bahwa tidak akan pernah berkurag harta yang di infakkan “.
Jauh dari hiruk pikuk keramaian kota disebuah panti asuhan yang sederhana, disinilah Pak Abu dan Fadhil anak yatim yang dulunya dia jumpai yang menjadi inspirator hidupnya menetap, Di panti asuhan inilah pak abu mengabdikan dirinya untuk kepentingan anak yatim piatu yang menetap di dalamnya, panti asuhan yang sederhana ini dibangun dengan uangnya sendiri, semua biaya operasional juga Pak Abu semua yang menanggungnya, yang bisa pak abu berikan, dan lakukan pasti dia laksanakan, walaupun pak abu dan keluarganya hidup dalam kekurangan tapi tak ada yang dirisaukan karena tujuannya adalah untuk mencapai ridhonya Allah rahiim wa rahman.
Bertahun-tahu sudah Pak Abu mengabdikan dirinya menjadi murabbi dipanti asuhan ini, kini jasmaninya tidaklah kuat dan tegap seperti dulu lagi, badannya mulai melemah, penglihatannya mulai rabun, kepalanya diselimuti oleh uban, gerak kakinya tertatih-tatih, walaupun jasmaninya menyusut akan tetapi semangatnya pantang meyusut, aktivitas mengajari, membangunkan  untuk shalat, menasehati, mengayomi, para santri tetaplah kegiatan yang terus dilakuannya.
Menjadi seorang murabbi bagi Pak Abu merupakan panggilan hatinya yang paling dalam sedalam lautan, tak ada yang lebih Pak Abu pentingkan selain mengabdikan dirinya dalam kebaikan, Pak Abu adalah sosok pendidik yang langka, pendidik yang tak pernah peduli akan harta, tahta duniawi, Pak Abu bukanlah sosok murabbi yang semangat ketika dihadapanyya ada materi duniawi dan juga bukan sosok yang risau menuntut kenaikan gaji seperti kebanyakan murabbi di  negeri kita ini.

Dengan keadaannya yang semakin tua, ubannya yang semakin memutih Pak Abu tak pernah bosan berdo’a dalam setiap sujudnya supaya Allah mengambil nyawanya dalam keadaan ikhlas berjuang di jalannya, dan uban-ubannya yang memutih dalam berkhidmat di jalannya supaya menjadi sumber cahaya yang terang benderang dan menjadi saksi di Yaumil Qiyamah kelak. Amiiiiiin. 
First


EmoticonEmoticon

google4d1ad84db60295b5.html