Segala puji bagi
Allah SWT. hanya dengan izin-Nya terlaksana segala macam kebajikan dan
diraihnya segala macam kesuksesan. Syukur atas rahmat dan hidayah-Nya penulis
haturkan sehingga dapat menyelesaikan makalah bahasa indonesia ini dengan judul
“Kaidah-kaidah Lafadz Umum dan Khusus”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas kelompok pada
mata kuliah Ulumul Quran.
Shalawat, rahmat, dan salam
semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. kepada beliau diturunkan wahyu
Ilahi yaitu Al-Quran sebagai pedoman bagi seluruh manusia. Semoga tercurah pula
kepada keluarga dan sahabat-sahabat beliau serta seluruh umat-Nya yang setia.
Al-Quran bukanlah hal yang mudah
untuk dipelajari, namun hal tersebut bukanlah alasan yang dapat menghalangi
kita memahami kaidah-kaidah dalam Al-Quran. Oleh karena itu, penulis menyajikan
makalah yang membahas tentang ulumul quran, terkhususnya pada masalah
kaidah-kaidah lafadz umum dan khusus.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari akan kenyataan
bahwasanya masih banyak terdapat kekeliruan, maupun kejanggalan dalam makalah
ini,, namun hal ini bukanlah disengaja, melainkan keterbatasan kemampuan
penulis dalam beberapa hal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dalam usaha menuju perbaikan.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memenuhi syarat dan bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Banda Aceh, 18 November 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................
1.1 Latar
Belakang Masalah......................................................................
1.2 Rumusan Masalah...................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................
BAB II PEMBAHASAN
........................................................................
2.1 Pengertian Lafazd Al’am ......................................................
2.2 Bentuk-bentuk
(Shigat) ‘Am .................................................
2.3
Dalalah Lafazh ‘Am...............................................................
2.4 Macam-macam Lafazh ‘Am .................................................
2.5
Takhsis Al’am ........................................................................
2.6
Pengertian Al Khas ................................................................
2.7
Karakteristik Lafazh Khas .....................................................
2.8
Dalalah Al Khas .....................................................................
BAB II I PENUTUP................................................................................................
3.1. Kesimpulan ........................................................................................
3.2. Kritik dan Saran..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Seperti yang telah kita ketahui bahwa Al
Qur’an merupakan wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan menggunakan bahasa arab. Sebagai
bahasa Al Qur’an, bahasa arab memiliki berbagai macam dialek (lahjah), sehingga
tidak sedikit dijumpai lafadz yang
kadang kala bisa memiliki berbagai macam arti. Dalam Al Qur’an banyak dijumpai
istilah yang biasa dipakai untuk menunjukkan makna tertentu, seperti lafadz
‘am, khas, muthlaq, muqayyad, dan lain sebagainya.
Untuk bisa memahami
dengan baik dan benar bahasa Al Qur’an tersebut, para ulama, baik ulama ushul
fiqh, ulama tafsir, ulama lughah, dan lain sebagainya, telah mengadakan
penelitian yang serius terhadap beberapa lafadz, khususnya yang terkait dengan
uslub atau gaya bahasa arab. Dari hasil penelitian tersebut, lalu dibuat beberapa kaidah-kaidah atau
ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan untuk memahami nash-nash Al Qur’an
secara baik dan benar. Kaidah-kaidah tersebut bisa berupa kaidah yang terkait
dengan masalah kebahasaan, hukum, ilmu-ilmu Al Qur’an, dan lain sebagainya.
Dalam makalah ini kami akan mencoba untuk membahas kaidah-kaidah kebahasaan
dalam Al Qur’an, khususnya dalam hal lafadz ‘am dan khas.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian
lafadz ‘am dan khas ?
2. Bagaimana cara
mengetahui lafadz ‘am dan khas ?
3. Apa saja jenis-jenis atau
macam-macam lafadz ‘am ?
4. Bagaimana pentakhshishan Lafadz ‘am?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui secara jelas pengertian lafadz
‘am dan khas Al-Quran
2. Untuk mnjelaskan bagaimana cara mengetahui
lafadz ‘am dan khas Al-Quran
3. Untuk menjelaskan macam-macam lafadz ‘am
dalam Al-Quran
4. Untuk menjelaskan mengenai pentakhshisan
lafadz ‘am.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Lafadz Al‘am
Al ‘am secara etimologi berarti merata, yang umum. Sedangkan secara
terminologi atau istilah, Muhammad Adib Saleh mendefinisikan bahwa al ‘am
adalah lafadz yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian
tiap lafadz itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu.[1][1] Sementara itu pengertian al ‘am menurut ulama
lainnya adalah sebagai berikut :[2][2]
a. Menurut Jalaludin As
Suyuthi, lafadz A’m adalah lafadz yang mencakup seluruh satuan-satuan yang
pantas baginya dan tidak terbatas dalam jumlah tertentu.
b. Menurut
Zakiy al-Din Sya’baniy lafadz ‘am adalah suatu lafadz yang cakupan maknanya
meliputi berbagai satuan (afrod) menurut makna yang sebenarnya tanpa adanya
batasan tertentu.
c. Menurut
Dr. Subkkhi Al Shaleh lafadz ‘am adalah suatu lafadz yang di dalamnya
menunjukkan pengertian umum menurut makna yang sebenarnya, tidak dibatasi oleh
jumlah dan tidak pula menunjukkan bilangan tertentu.
d. Menurut ulama hanafiah, al
‘am adalah setiap lafadz yang mencakup banyak hal, baik itu secara lafadz
maupun makna.
e. Menurut Al Ghazali, al ‘am
adalah suatu lafadz yang dari suatu segi menunjukkan dua makna atau lebih.
f. Menurut Al Bazdawi,
yaitu suatu lafadz yang mencakup semua yang cocok untuk lafadz tersebut dalam
satu kata.
g. Menurut ulama hanabilah, ialah lafadz yang mengumumi
dua hal atau lebih
Dari beberapa pengertian di atas, secara substansial tidak memiliki
perbedaan makna. Artinya, suatu lafadz bisa dikatakan ‘am apabila kandungan
maknanya tidak member ikan batasan pada jumlah yang tertentu.
2.2
Bentuk-Bentuk (Shigat) Al’am
Hasil penelitian para
ulama terhadap kata-kata dan susunan kalimat bahasa arab yang terkandung di
dalam Al Qur’an, lafadz-lafadz yang menunjukkan lafadz umum adalah sebagai berikut
:[3][3]
a.
Lafadz kullu (كل) dan jami’ ( جميع). Seperti dalam Surat At Thur
ayat 21 .Artinya:
……tiap-tiap
manusia terikat dengan apa yang ia kerjakan. (QS At Thur: 21)
b.
Sighat jama’ yang disertai alif dan lam ( ال) di awalnya, seperti lafadz al
walidat dalam Surat Al Baqarah ayat 233. Artinya:
Para ibu (hendaknya) menyusukan anaknya selama 2
tahun penuh, yaitu badi orang yang ingin menyempurnakan penyusuannya. (QS Al
Baqarah : 233)
c. Kata benda tunggal yang dima’rifahkan
dengan alif lam (ال),
seperti lafadz al insan dalam surat Al ‘Asr ayat 2. Artinya:
Sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman. (QS Al Asr : 2)
d. Isim syarat
(kata benda untuk mensyaratkan), seperti kata man (من)
dalam surat An Nisa’ ayat 92. Artinya :
…..dan barang siapa membunuh
seorang mukmin karena tidak disengaja (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba
sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si
terbunuuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah…….(QS An
Nisa’ : 92)
e. Isim nakiroh
(indefinite noun) yang di nafikkan, seperti kata laa junaha dalam surat al
mumtahanah ayat 10 : Artinya :
… Dan tidak ada dosa atas kamu mengawini mereka apabila kamu bayar
kepada mereka maharnya …. (Qs
Al-mumtahanah / 60; 10)
f. Isim maushul (kata
ganti penghubung), misalnya kata al-ladzina dalam ayat 10 Qs An
Nisa
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara
dzolim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perut dan mereka akan masuk
kedalam api yang menyala-nyala.” (QS An Nisa : 10)
2.3
Dalalah lafadz ‘Am
Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya bahwa keumumannya lafadz ‘am itu akan tetap dalam
keumumannya selama tidak ada dalil yang dijadikan dasar untuk mentakhsishnya.
Meskipun demikian sebagaian besar ulama berpendapat bahwa setiap lafadz ‘am,
pasti ada dalil yang mentakhsishnya. Atas dasar itulah sehingga mereka membuat
suatu kaidah “mamin ‘amin illa khushushisha” (tidak ada
lafadz ‘am, melainkan selalu ditakhshiskan).[4]
Berdasarkan kaidah tersebut, maka mereka
berpendapat bahwa lafadz ‘am itu dalalahnya dhanniyah, bukan qath’iyyah. Oleh
karenanya, apabila seorang menemukan lafadz ‘am, maka hendaklah ia mencari
takhshisnya sebelum diamalkan. Diantara yang berpendapat demikian adalah jumhur
ulama seperti madzhab syafii. Sedangkan menurut ulama madzhab hanafi bahwa
dalalah lafazh ‘am itu bersifat qath’iyyah (pasti). Menurutnya bahwa lafazh ‘am
itu memiliki makna secara pasti, tegas selama tidak ada dalil yang
menyalahinya. Berkaitan dengan masalah ini mereka membuat kaidah sebagai
berikut:
“apabila terdapat lafazh ‘am, maka yang
dimaksudkan adalah seluruh satuan-satuan yang dapat masuk kedalamnya dan ia
bersifat qath’I, sehingga ada dalil yang menunjukan atas pengkhususannya dan
yang membatasi sebagian satuan-satuannya”.
2.4 Macam-macam
Lafazh Al‘am
Lafadz ‘am apabila dilihat dari segi penggunaanya dapat dikategorikan
menjadi tiga macam, yaitu : [4][5]
a.
Lafadz ‘am yang tetap pada keumumannya (al-baqiy ‘ala umumihi), yaitu ‘am yang disertai qarinah yang tidak
memungkinkan untuk ditakhshish. Contoh lafadz untuk kategori pertama ini
biasanya berkaitan dengan kalimat-kalimat yang menerangkan sunnatullah (hukum
ilahi), seperti dalam surat hud ayat 6 yang artinya “Dan tidak ada seekor binatang melata pun di
bumi, melainkan Allah-lah yang member
rizkinya…..”(QS Hud /11:6).
b.
Lafadz ‘am tetapi maksudnya khusus(al-am al-muradu bihi al-khushush), yaitu ‘am yang disertai qarinah yang
menghilangkan arti umumnya dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘am itu
adalah sebagian dari satuannya, seperti dalam surat At-taubah:120 yang artinya “Tidaklah sepatutnya bagi penduduk madinah dan orang-orang arab baduwi
yang berdiri di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi
berperang) dan tidak patut ( pula)bagi
mereka mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul.” (At Taubah/9:120).
Sepintas dipahami bahwa ayat tersebut menunjukkan ayat umum, yaitu
penduduk madinah dan orang-orang arab disekitarnya, termasuk orang-orang sakit
dan lemah. Namun yang dikehendaki dari ayat tersebut bukanlah masyarakat pada
umumnya, tetapi hanya masyarakat yang mampu saja yang diwajibkan.
c. Lafadz ‘am yang dikhusushkan (al-am al-makhshush), yaitu ‘am yang tidak disertai qarinah, baik
itu qarinah yang tidak memungkinkan untuk ditakhshish, maupun qarinah yang
menghilangkan keumumannya. Lafadz ‘am ini
menunjukkan keumumannya selama tidak ada dalil yang mengkhususkan, seperti
dalam surat al baqarah ayat 228 yang artinya :
“Wanita-wanita yang dithalaq, hendaklah menahan diri (menunggu)sampai
tiga kali suci…..”.
2.5 Takhsish
Al ‘am
Menurut
Zakiy al-Din Sya’ban, takhshish adalah memalingkan lafadz ‘am dari makna
umumnya dan membatasinya dengan sebagian satuan-satuan yang tercakup di
dalamnya, karena ada dalil yang menunjukkan mengenai hal itu.[5][6] Takhshish al ‘am
biasa disebut juga dengan qashar al ‘am, yaitu mempersempit makna yang masih
umum. Alat atau sarana yang digunakan untuk melakukan takhshish al ‘am biasa
disebut dengan mukhashshish.[6][7] Definisi mukhashshish
menurut Manna al-Qaththan adalah dalil yang menjadi dasar adanya pengeluaran
lafadz ‘am. Mukhashshish dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu mukhashshis
muttashil dan mukhashshish munfashil .[7][8]
a.
Mukhashshish Muttashil
Mukhashshish muttashil yaitu takhshish yang tidak berdiri sendiri,
dimana ‘am dan mukhashshishnya tidak dipisah oleh suatu hal. Mukhashshish
muttashil ini dibagi lagi menjadi lima macam, yaitu :[8][9]
1.
Istisna’ (pengecualian), seperti dalam surat An Nur ayat 4-5 yang berbunyi:
tûïÏ%©!$#ur tbqãBöt ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù't Ïpyèt/ör'Î/ uä!#ypkà óOèdrßÎ=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ wur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy»pky #Yt/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÈ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qç/$s? .`ÏB Ï÷èt/ y7Ï9ºs (#qßsn=ô¹r&ur ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÎÈ
Artinya : “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang
baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu
terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang
fasik.4) Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki
dirinya, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An Nur :4-5)
Surat An Nur ay
UNTUK MENDAPATKAN MAKALAH YANG LENGKAP DAN DALAM FORMAT YANG BAGUS SILAHKAN DOWNLOAD DISINI
EmoticonEmoticon