Hadist ke-3
[TENTANG RUKUN ISLAM]
عن أبي عبد ااـرّحمن عبد الله بْن عمر بن
ااـخطّاب رضي الله عنه,قال:سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلام يقول: ((بني
الإسلام على خمس شهادةِ أن لاإله إلاّالله وأنّ محمّدّا رسول الله وإقام ااـصلاة
وإيتإزكاة وحجّ ااـبيت وصوم رمضان)). رواه ااـبخاري و مسلم
Dari Abu
‘Abdirrahman, ‘Abdullah bin ‘Umar bin al-Khattab ra dia berkata: “Saya
telah mendengar Rasulullah saw bersabda: ‘Islam dibangun di atas lima
perkara; Persaksian bahwa tiada Ilah yang berhak diibadahi selain dengan benar
kecuali Allah dan Muhammad sebagai utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan
zakat, melaksanakan haji dan puasa di bulan Ramadahan.
PENJELASAN:
عن أبي عبد الرحمن
“Dari Abu ‘Abdirrahman,’ini adalah julukan (kun-yah)-nya,’Abdullah bin ‘Umar
adalah ism’alam (nama)nya. Kun-yah semua julukan yang dimulai dengan kataأم, أب, أخ, خال dan yang semisalnya. Dan ‘alam adalah
sebuah nama yang menunjukkan penamaan seseorang.
“Radhiyallahu ‘anhuma.” Para ulama
mengatakan, apabila Sahabat yang meriwayatkan hadist itu memiliki bapak yang
muslim, maka dikatakan ‘Radhiayallahu ‘anhuma,’ dan apabila ia saja yang
muslim dan bapaknya kafir, maka dikatakan radhiyallahu ‘anhu.
قال: سمعت رسول الله يقول: بني الاسلام Dia berkata: “Saya telah
mendengar Rasulullah saw bersabda: Islam dibangun…; yang menegakkan (membangun)
perkara-perkara ini adalah Allah Ta’ala. Dalam kalimat ini
pelaku tidak dijelaskan karena kita sudah sama-sama mengetahuinya, yaitu Allah
Ta’ala, sebagaimana dalam firmanNya,
[وخلق الإنسان ضعيفاًِ]
“Dan manusia di jadikan bersifat
lemah.” (QS.An-Nisaa’: 28)
Dalam ayat ini tidak disebutkan
pelakunya, karena sudah dimengerti, yakni Allah. Maka apabila seseorang akan
menyusun sebuah rangkaian kalimat (berkaitan dengan Allah), sedang perkara itu
mudah diketahui secara syar’i, maka dibolehkan untuk tidak menyebutkan fa’ilnya
(pelakunya). Demikan untuk mengungkapkan suatu hal yang hanya Allah saja kuasa
melakukannya, maka dibolehkan untuk dibuat dengan redaksi tanpa menyebut fa’ilnya
(bentuk majhul).
عل خمس “Atas lima”; artinya lima
pilar.
شهادة أن لا اله اٍلآ الله و ان محمًدا رسول
الله “Persaksian
bahwa tidak ada Ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah dan Muhammad sebagai
utusan Allah.” Kata
syahadah, dalam i’rab-nya boleh dijadikan dua cara: pertama: dengan
didhammahkan (syahadatu), sehingga ia bisa dijadikan sebagai khabar
bagi mubtada’ yang dihilangkan, maka susunan lengkapnya: هي شهادة. Kedua: dikasrahkan (syahadati) sehingga ia
dikatakan sebagai badal (pengganti) dari kata خمسٍ, dan badal
ini adalah badal ba’dhu min kullin (pengganti
sebagian dari keseluruhan, sebagaimana dijelaskan dalam tata bahasa Arab). Pada
penjelasan hadist yang kedua, kita sudah menjelaskan kalimat syahadah ini
dengan rinci.
Mendirikan shalat, membayar zakat,
menunaikan ibadah haji, berpuasa di bulan Ramadhan; ini semua juga telah
dijelaskan dalam hadist Jibril yang kedua. Tetapi dalam hadis ini ada masalah,
yaitu mengedepankan haji sebelum puasa. Ini adalah susunan penyebutan, dan
dalam susunan ini dibolehkan mengedepankan yang susunan yang sesudahnya untuk
ditempatkan didepan, seperti
sya’ir:
اِن مَن ساد ثم ساد أبوه
ثم ساد مِن بعد ذلك جدُه
“Sesungguhnya orang yang memimpin
kemudian memimpin adalah ayahnya
Kemudian yang menjadi pemimpin
selanjutnya adalah kakeknya”.
Susunan dalam
sya’ir ini adalah susunan penyebutan, [bukan berdasarkan urutan waktu].
Dua persaksian ini harus diucapkan
dengan lisan dan diyakini dengan hati.
Mendirikan shalat merupakan amalan
anggota badan yang mencakup perkataan dan perbuatan. Membayar zakat merupakan
ibadah harta, bukan anggota badan. Puasa Ramadhan merupakan ibadah badan tetapi
dari jenis yang lain. Shalat adalah ibadah anggota badan yang berbentuk
perbuatan, sedangkan puasa adalah amalan badan tetapi bentuknya mencegah diri
dan meninggalkan suatu hal. Sebab terkadang mudah bagi seseorang untuk
melakukan sesuatu, namun berat baginya untuk meninggalkan, begitu juga
sebaliknya. Ibadah haji ini memiliki beberapa kemungkinan, ia bisa dikatakan
ibadah harta, atau merupakan ibadah harta sekaligus anggota badan.
Hikmah yang agung dalam pelaksanaan
Rukun Islam ini adalah: mengorbankan hal yang dicintai, mencegah diri dari hal
yang dicintai, serta melelahkan fisik. Semua ini adalah ujian dari Allah
Ta’ala.
Ketika berzakat, seseorang
mengorbakan sesuatu yang dicintainya, sebab harta adalah suatu hal yang sangat
dicintai manusia, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
[وإنّه لحبّ ااـخير
لشديدٌِ]
“Dan sesungguhnya
dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” (QS. Al-‘Aadyaat:
8)
Allah Ta’ala berfirman:
[وتحبّون ااـمال
حبّا جمّاًِ]
“Dan kamu mencintai
harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS. Al-Fajr: 20)
Maka kelima pilar
ini menjadi beragam bentuknya untuk menyempurnakan ujian dari Allah Ta’ala.
Sebab pada sebagian manusia, ada yang mudah untuk berpuasa namun sulit baginya
untuk berinfak meskipun hanya satu qirsh (seratus rupiah misalkan), sementara
bagi orang lain ada yang mudah melaksanakan shalat, tetapi terasa berat jika
harus melaksanakan puasa.
UNTUK MENDOWNLOAD SILAHKAN DOWNLOAD DI SINI
EmoticonEmoticon