Ada satu ungkapan Hamka yang
patut kita renungi bersama “ jika engkau ingin hidup setelah kematianmu maka
menulislah “. umur yang dimiliki oleh manusia sangatlah singkat hanya beberapa
tahun, setelah itu semua kita pasti akan mati, sepak terjang dan lembaran
kehidupan kita akan berhenti sampai disitu. akan tetapi, seseorang penulis akan
tetap hidup dalam kematiannya, nama dan pola pikirnya akan tetap diabadikan
dalam karya-karyanya, orang tetap merujuk kepada tulisan-tulisannya, diantara
contohnya adalah Imam Asy-Syafii RA, walaupun beliau telah lama meninggalkan
dunia, akan tetapi beliau masih tetap hidup dalam karya-karyanya yang terus
mengalirkan pahala kepadanya ( amal jariyah), karya-karyanya masih
dicari dan dibaca sampai hari ini dan sampai akhir peradaban dunia.
Menulis merupakan tradisi dan
budaya para intelektual dan para cendekiawan dunia, bahkan dalam sejarah para
ulama Islam sendiri tradisi menulis merupakan bagian daripada tanggung jawab
sosial dari ilmu yang telah dianugerahi. Mereka menghabiskan hidup mereka untuk
menulis. Imam Syafii membagi waktunya setiap malam menjadi 3 bagian : 1/3
pertama untuk menulis buku, 1/3 bagian kedua untuk shalat tahajjud dan 1/3 bagian
ketiga adalah untuk istirahant. Ibnu jarir At-Tabari mewariskan karya ilmiahnya
dalam berbagai disiplin ilmu keislaman : Tafsir, tarikh, fikih dan lain-lainnya
kurang lebih 351.000 halaman. Imam Nawawi mengisahkan pengorbanannya dalam
rangka menulis karya-karya ilmiahnya beliau makan hanya sekali sehari, setelah
shalat isya. Minum sekali di waktu ashar. Begitulah semangat daripada ulama
dalam menulis ilmu, dan kita sebagai generasi penerus yang hidup di zaman
modern ini dengan fasilitas yang semakin mudah harusnya kita bisa mengalahkan
kegigihan dan prestasi dari nenek moyang kita itu. Sudah selayaknya semboyan
hidup maal mahbarah ilal maqbarah ( hidup bersama tinta sampai akhir
menutup mata ) menjadi semboyan yang terpatri mendalam di dalam jiwa kita,,
semoga,,,
EmoticonEmoticon