BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Al-Qur’an
merupakan kitab Allah yang terakhir diturunkan ke bumi. Sebagai kitab penutup,
Al-Qur’an melengkapi dan menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya. Al-Qur’an
terdiri dari beberapa ayat. Akan tetapi, isinya mencakup semua aspek-aspek
kehidupan di dunia dan akhirat. Dari satu ayat dapat ditarik beberapa hukum
bahkan antara seseorang dengan orang yang lain berbeda pendapat dalam
menafsirkan dan menyimpulkan maksud yang terkandung dalam ayat tesebut.
Perbedaan pendapat dalam menafsirkan dan menyimpulkan ayat sudah menjadi
tradisi dan merupakan Rahmat bagi umat manusia. bagaimana dimensi tentang
manusia merupakan acuan, dengan beberapa perbedaan pendapat dan kesimpulan
mudah-mudahan kita bisa mentadaburi dan mengetahui, aspek-aspek, dimensi dan
hakikat manusia.
Allah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sangat kompleks sekali, terbukti dengan beratus bahkan beribu-ribu syaraf dan organ yang ada didalam tubuh manusia. Manusia yang
tercipta dari tanah itu pun yang kemudian menjadi pemimpin di bumi. Bahkan
sebagai makhluk terbaik (dalam penciptaannya) dibanding makhluk yang lain
seperti hewan, jin bahkan malaikat sekalipun. Bagaimana proses dan dalilnya?
Untuk itu didalam makalah
ini akan kami kajikan dan kami paparkan tentang masalah-masalah tersebut yang
telah Allah firmankan dalam kitab-Nya, Al-Qur’an.
B.
Rumusan Masalah
1. Jelaskan
penafsiran ayat-ayat Al-Quran sehubungan dengan perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Allah!
2. Jelaskan
penafsiran ayat-ayat Al-Quran sehubungan dengan struktur penciptaan manusia!
3. Jelaskan
penafsiran ayat-ayat Al-Quran sehubungan dengan derajat manusia di muka bumi
dan hari pembalasan!
4. Jelaskan
penafsiran ayat-ayat Al-Quran sehubungan dengan kemuliaan manusia!
C.
Tujuan Makalah
a.
Dapat mengetahui kandungan dari surat Al-A’raf ayat 175-176, surat At-Tiin
ayat 4-6, surat Al-Isra’ ayat 70, surat Al-Mu’minuun ayat 12-16
b.
Dapat mengetahui hakikat manusia.
c.
Dapat mengetahui hal-hal yang membuat manusia tinggi derajatnya dari
makhluk yang lainnya.
d.
Dapat mengambil pelajaran dari ayat-ayat tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Al-Qur’an
ini menjadi rahmat, umumnya bagi semesta alam dan khususnya bagi manusia. Dalam
berbagai ayatnya, Al-Qur’an banyak memperbincangkan tentang manusia dan rahasia
kehidupannya dalam segala aspek yang berkaitan dengannya. Misalnya tentang
penciptaan manusia, kejiwaan manusia, tujuan hidup manusia, dan lain
sebagainya.
Sebagai
keutamaan dari kitab suci Al-Qur’an, kebenaran dari setiap kata dan kalimat
yang terdapat di dalamnya, dapat dibuktikan secara ilmiah. Para ilmuwan telah
banyak menemukan bukti-bukti ilmiah ini, sehingga dugaan orang-orang yang
menuduh Al-Qur’an dengan tidak benar dapat dibantah.
Yang akan
kami bicarakan berikut ini menyangkut beberapa aspek yang berkaitan dengan
manusia di dalam Al-Qur’an.
A.
Perumpamaan Orang-Orang Yang Mendustakan Ayat-Ayat Allah, Surat Al-A’raf Ayat 175-176
Surah Al-A’raf termasuk dalam golongan surah Makkiyah,
berjumlah 206 ayat Tema pokoknya adalah masalah Aqidah. Akan tetapi, terdapat
perbedaan yang sangat jauh antara kedua surah ini di dalam membicarakan tema
yang sama, dan persoalan yang besar ini.[1]
Surah Al-A’raf (7) ayat
175 - 176 :
وَاتْلُ عَلَيْهِم نَبَأَالَّذِيْءَاتَيْنهُءَايَاتِنَافَانْسَلَخَ مِنْهَ فَأَتْبَعَهُ
الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِيْنَ {175}
175. Dan bacakanlah
kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan
tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu,
lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk
orang-orang yang sesat.
وَلَوْشِــئْنَالَرَفَعْنــهُ بِهَاوَلَـكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْاَرْضِ وَآتَّبَعَ
هَواَىـهُ ج فَمَثَلِهِ وكَمَثَلِ الْكَلْبِ إنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلهَثْ أَوْتَتْرُكْهُ يَلْهَث ج ذَالِكَ مَثَلُ القَوْمِ الّذيْنَ كَذَّ بُوْاْبِئايَاتِنَا ج فَآقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ {176}
176. Dan kalau Kami menghendaki,
sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia
cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka
perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan
jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah
(kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
Ayat ini berbicara tentang orang yang mengingkari firman
Allah atau tidak mengamalkannya. Mereka itu mlepaskan apa yang melekat pada
dirinya bagaikan ular melepaskan kulirnya. Allah memerintahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. bahwa : Dan bacakanlah kepada mereka, yakni sampaikan tahap demi
tahap kepada kaum musyrikin berita yang sungguh penting lagi benar menyangkut
orang yang telah kami anugerahkan kepadanya ayat ayat Kami yang mengilhaminya
dan memudahkan baginya meraih pengetahuan tentang keesaan Allah dan
tuntunan-tuntunan agama, kemudian dia menguliti diri darinya, yakni menanggalkan
diri dari pesan ayat-ayat itu, dan tidak mengamalkannya maka dia diikuti oleh
setan sampai dia tergoda sehinga jadilah dia termasuk kelompok orang-orang yang
sesat.
Sementara ulama menjadikan ayat ini sebagai perumpamaan
bagi setiap orang yang telah mengetahui kebenaran dan memilikinya, tetapi
enggan mengikuti tuntunan kebenaran bahkan menyimpang darinya. Ada juga yang
memahami ayat ini sebagai peristiwa seseorang tertentu yang hendaknya menjadi
pelajaran manusia. Yang bersangkutan, telah dianugerahi Allah SWT. pengetahuan
tapi sedikit demi sedikit mengabaikan pengetahuannya dan terjerumus kedalam
kesesatan. Pendapat ini mereka kuatkan dengan penggunaan tunggal pada kata “الّذِى” yang diterjemahkan dengan “orang yang”
bukan “الَّذِيْنَ / orang-orang”.
Ini adalah pemandangan yang menakjubkan, baru dan serius,
yang terkandung dalam lisan dan pelukisan bahasa ini. Seorang manusia yang
Allah berikan kepadanya ayat-ayatnya (pengetahuan tentang isi al kitab),
memberikan karunia kepadanya, memberinya pengetahuan, dan memberinya kesempatan
sempurna untuk menggunakan petunjuk, berhubungan dengan Tuhan, dan meninggikan
derajatnya. Akan tetapi, ia melepaskan diri dari semua ini. Ia melepaskan diri
seakan-akan ayat-ayat Allah itu sebagai kulit yang membungkus dagingnya.
Lantas, ia melepaskannya dengan keras dan susah payah, seperti halnya makhluk
hidup melepaskan dirinya dari kulit yang melekat pada dirinya. Bukankah
keberadaan manusia itu lekat dengan rasa iman kepada Allah seperti melekatnya
kulit pada tubuh?[2]
Nah, inilah ia melepaskan diri dari ayat-ayat Allah,
melepaskan diri dari penutup yang melindungi, dan baju besi pelindung diri. Ia
menyimpang dari petunjuk untuk mengikuti hawa nafsu, turun dari ufuk yang
bersinar cemerlang lantas belepotan dengan tanah lumpur. Sehingga, jadilah ia
sebagai buruan setan yang tidak ada seorangpun yang dapat melindunginya dari
setan itu. Karena itu, ia menjadi pengikut setan dan dikuasai olehnya.
Kemudian, inilah kita berada didepan pemandangan yang
menakutkan dan mengerikan. Yaitu, berada di depan makhluk yang lekat ke bumi,
berlumuran dnegan lumpur, dan tiba-tiba keadaannya berubah seperti anjing, yang
mengulurkan lidahnya kalau dihalau maupun tidak. Pemandangan-pemandangan ini
bergerak dengan beruntun, dan bayangan tentang kesan-kesannya tampak jelas.
Tiba-tiba kita berada pada pemandangan kita terakhir. Yaitu, menjulurkan lidah
tiada henti.
B.
Kedudukan Manusia, Surah At-Tin Ayat
4-6
Surah At-Tiin merupakan
surah yang diturunkan di Makkah yang tergolong kedalam surah Makkiyah yang
berjumlah 8 ayat. Hakikat pokok yang dipaparkan surah ini adalah hakikat fitrah
yang lurus yang Allah menciptakan manusia atas fitrah ini. Istiqamah tabiatnya
bersama tabiat iman, dan sampainya fitrah itu bersama iman kepada kesempurnaan
yang ditakdirkan untuknya. Hakikat tentang jatuhnya manusia dan kerendahannya
ketika ia menyimpang dari fitrah yang benar dan iman yang lurus.[3]
Surah At-Tiin (95) ayat
4-6 :
لَقَدْخَلَقْنَ الاِنْسَانَ فِيْ أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ{4}
4. sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya
Sungguh Allah telah menjadikan manusia dalam keadaan yang
sebaik-baiknya. Mereka diberi kemampuan menundukkan binatang dan tumbuhan ke
bawah kekuasaannya. Bahkan akal manusia dan pikirannya dapat menundukkan
tabi’at (perilaku) alam, betapapun sangat kerasnya, untuk beberapa maksud dan
memenuhi kebutuhannya. Manusia makan dengan tangannya, tidak seperti binatang
yang makan dan minum langsung dengan mulutnya. Allah pun menjadikan manusia
dengan perawakan (fisik) yang tegak, sehingga mampu membuahkan berbagai hasil
karya yang menkjubkan. Akan tetapi manusia tidak menyadari keistimewaannya itu,
dan menyangka bahwa dirinya sama dengan makhluk yang lain. Karenanya mereka mengerjakan
apa yang sesungguhnya tidak dibenarkan oleh akal sehatnya dan tidak disukai
oleh fitrahnya.[4]
ثُمَّ رَدَدْنَاهُ اَسْفَلَ
سَافِلِيْنَ {5}
5. Kemudian Kami kembalikan dia
ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
Oleh karena manusia tidak menyadari keistimewaannya itu,
dan menyangka bahwa dirinya sama seperti makhluk-makhluk yang lain, serta
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang hanya didasarkan pada dendam kesumat,
dengki, pertikaian, dan nafsu-nafsu hewan, maka Allah mengembalikan manusia ke
tempat (derajat) yang paling rendah.
Manusia dan tabiatnya, pada mulanya adalah baik, lurus dan
tidak tamak. Tetapi setelah tergoda oleh nafsu-nafsu yang jahat, maka
perilakunya lebih buruk daripada perilaku binatang. Itulah makna “Allah
mengembalikan manusia kepada derajat yang paling rendah.”[5]
Adapun dalam kitab tafsir ibnu katsir menyatakan, bahwasanya
tempat yang serendah-rendahnya itu adalah neraka. Menurut Mujahid, Abul Aliyah, Al-Hasan, IbnuZaid, dan
lain-lainya. Yakni kemudian sesudah penciptaan yang paling baik lagi paling indah itu, tempat kembali mereka
adalah ke neraka, jika mereka tidak taat kepada Allah dan tidak mengikuti rasul-rasul-Nya.[6]
-yang
menjadi pokok kemuliaan manusia adalah iman dan amalnya
إلَّاالذِيْنَء’مَنُوْاوَعَمِلُوْاآلصَّالِحَاتِ
فَلَهُمْ أَجْرٌغَيْرُمَمْنُونٍ {6}
6.
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka
pahala yang tiada putus-putusnya.
Asbabun Nuzulnya, dalam suatu
riwayat dikemukakan bahwa firman Allah S.95:5 mengandung arti ke tingkat pikun
(seperti bayi lagi). Oleh karena itu Rasulullah saw. ditanya tentang
(kedudukan) orang yang telah pikun itu. Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya
(S.95:6) yang menegaskan bahwa mereka yang beriman dan beramal shalih sebelum
pikun akan mendapat pahala yang tidak putus-putusnya.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al-'ufi yang bersumber dari Ibnu Abbas)
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al-'ufi yang bersumber dari Ibnu Abbas)
Yang tidak dikembalikan kepada
tingkat paling rendah hanyalah orang-orang yang jiwanya penuh dengan iman,
mengetahui bahwa alam ini berada dibawah kekuasaan Allah, serta mengerjakan
amalan-amalan yang saleh. Mereka ini mengetahui bahwa semua perbuatan yang
dikerjakannya akan diakhiri dengan pembalasan oleh Allah. Mereka itulah yang
memperoleh pahala yang tiada putus-putusnya, dan mereka itu adalah pengikut
Nabi SAW. serta orang orang yang dapat petunjuk.[7]
C.
Kemuliaan Manusia, Surah Al-Isra’ Ayat 70
Surah Al-Isra’
(17) ayat 70 :
وَلَقَدْ
كَرَّمْنَابَنِى~ءَدَامَ وَحَمَلْنـهُمْ فِي الْبَرِّوَالْبَحْرِوَرَزَقْنــهُمْ مِّنَ
آلطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنـهُمْ عَلَى’كَثِيْرٍمِّمَّنْ خَلَقْنَا تفْظِيْلًا {70}
70. Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan.
Surat ini
diturunkan di makkah sehingga surat ini digolongkan kepada surat-surat
makkiyah. Dimulai dengan tasbih (memahasucikan) kepada Allah dan diakhiri
dengan tahmid (memuji) kepada-Nya. Surah ini berisi berbagai tema yang umumnya
berkaitan dengan masalah aqidah. Sebagian dari tema-tema itu berkaitan dengan
masalah perilaku individu atau kolektif serta etika-etikanya yang berdiri
diatas landasan aqidah tersebut. Disamping itu, surat ini juga berisi kisah
bani Israel dalam kaitannya dengan Masjidil Aqsha sebagai tempat tujuan Isra
Nabi Muhammad SAW., dan sepenggal kisah Nabi Adam dan iblis serta kemuliaan
yang diberikan Allah kepada manusia.[8]
“Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan..” Mengangkut mereka di daratan dan lautan ini
terjadi dengan ditundukkan-Nya hukum alam agar ia serasi dengan tabiat
kehidupan manusia beserta semua potensi yang dimilikinya. Seandainya hukum alam
ini tidak harmonis dengan tabiat kemanusiaan, niscaya tak akan tegak kehidupan
manusia. Karena ia sangat lemah dan kerdil jika dibanding dengan
fenomena-fenomena alam yang ada di lautan maupun daratan. Tetapi, manusia
dibekali Allah dengan kemampuan menguasai kehidupan di alam raya , sekaligus
dibekali dengan berbagai potensi agar ia dapat memanfaatkan alam ini. Semua itu
merupakan anugerah Allah yang amat besar.
“Kami beri mereka
rezeki dari yang baik-baik.” Biasanya manusia mudah melupakan rezeki yang
baik-baik yang diberikan Allah padanya, karena ia terbiasa hidup dalam
kemewahan. Sehingga, banyak orang yang tak merasakan nikmatnya rezeki yang baik
kecuali ketika ia kehilangan rezeki itu. Dikala itulah manusia menyadari nilai
dari yang selama ini ia nikmati. Tetapi, memang cepat sekali manusia lalai dan
lupa akan segala bentuk kenikmatan yang berupa matahari, udara, air, kesehatan,
kemampuan untuk bergerak, pancaindra, akal pikiran, dan berbagai makanan dan
minuman serta pemandangan. Juga alam raya yang luas yang dikuasakan padanya,
yang didalamnya terdapat berbagai rezeki yang baik dengan jumlah yan
UNTUK MENDAPATKAN MAKALAH LENGKAP DAN DALAM FORMAT MICROSOFT WORD SILAHKAN DOWNLOAD DISINI
1 komentar:
Mana linknya?
EmoticonEmoticon